Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

OTT Kepala Basarnas: Menguak Sisi Gelap Tender Proyek

28 Juli 2023   13:07 Diperbarui: 28 Juli 2023   13:29 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabasarnas periode 2021-2023 ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi, terkait dugaaan suap pengondisian pemenang tender proyek di Basarnas.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melangsungkan Operasi Tangkap tangan (OTT) di Bekasi dan Jakarta, pada Selasa (25/7/2023).

Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas), Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi, ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama Koordinator Administrasi Basarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (sumber).

Selain para penyelenggara negara tersebut, KPK juga menetapkan tiga pengusaha swasta sebagai tersangka pemberi suap.

Berkali-kali pejabat publik tersandung korupsi proyek. Ketik "pejabat korupsi terkait proyek" di mesin pencari, maka akan muncul deretan berita serupa.

Menteri, Bupati, Direktur BUMN, dan pejabat publik lainnya ditangkap karena suap dalam pengondisian pemenang tender proyek di lingkungan instansi yang dikelolanya. 

Memang tender bisa dikondisikan? Bukankah lelang proyek di institusi pemerintah dilaksanakan melalui LPSE?

Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 73, membentuk Layanan Pengadaan secara Elektronik (LPSE), yang memfasilitasi pelaksanaan pengadaan barang dan jasa secara elektronik.

Tender atau lelang secara elektronik bertujuan untuk:

  • Transparansi dan akuntabilitas.
  • Meluaskan akses pasar dan membuka iklim kompetisi usaha sehat.
  • Meningkatkan efisiensi proses pengadaan.
  • Terbuka untuk pengawasan dan audit secara real time, demi menciptakan clean and good government dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Begitu yang saya baca di laman Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), lkpp.go.id.

Teorinya sih bagus sekaleee.... Praktiknya?

OTT Kabasarnas dan kasus-kasus sebelumnya mengkonfirmasi bahwa mekanisme lelang secara elektronik bisa dibobol  dengan mudah.

Melalui persekongkolan antara pengusaha, yang ingin mendapatkan proyek, dengan pejabat publik pemilik pekerjaan. Mereka pun akan mengakali mekanisme ketat LPSE.

Kok bisa?

Persekongkolan jahat itu merupakan sisi gelap bagi sebagian banyak orang. Namun tidak untuk para pihak yang terlibat dalam proses pelelangan proyek pemerintah.

Sebelum terserang penyakit kronis, beberapa kali saya ikut dalam proses lelang elektronik pengadaan barang dan jasa. Mengikuti tender proyek di lingkungan Pemda, Kementerian, lembaga pemerintah termasuk Basarnas.

Harus diakui bahwa saya --mau tidak mau, suka tidak suka-- turut dalam persekongkolan tersebut di atas.

Jadi, sedikit banyak saya terlibat dalam pengaturan lelang agar pihak tertentu terpilih menjadi pemenang lelang. Sebelum melupakan perbuatan buruk itu, saya meringkasnya sebagai berikut.

Jauh sebelumnya seorang pemborong bergabung dengan kelompok pengusaha senior. Koneksitas ini merupakan akses menuju pejabat pengadaan di instansi tertentu.

Selanjutnya, bersama atau sendiri melakukan lobbying kepada staf dan pejabat pengadaan, untuk membangun "kedekatan" dan kepercayaan.

Senior (tepatnya: asosiasi tempat bergabung) dan kedekatan memberikan ruang untuk memperoleh "jatah" proyek.

Jatah pekerjaan diperoleh "dibayar" dengan commitment fee, yakni janji untuk memberikan imbalan kepada pejabat terkait.

Fee akan meliputi imbalan untuk: para pejabat pengadaan, pengawasan, dan panitia di unit lelang.

Terdapat beragam tata cara pembayaran komisi. Tergantung kesepakatan.

Prosentase komisi sesuai kesepakatan, berkisar 5-10% dari nilai proyek dipotong pajak-pajak. Bahkan lebih, jika anggaran proyek dinilai "gemuk".

Lantas, bagaimana cara agar bisa mengakali sistem lelang secara elektronik yang dikenal memiliki parameter ketat?

Modal utama adalah kepercayaan dan kedekatan.

Kemudian memiliki "jatah" proyek. Bila enggak, ikut lelang sampe budek pun gak bakal menang.

Untuk proyek bernilai miliaran, bisa jadi entertain dilakukan sejak sebelum pengumuman lelang proyek.

Secara rahasia, sebelum pengumuman saya ikut dalam proses penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK, yang dalam bahasa lain disebut term of reference/TOR). Dengan meletakkan parameter yang hanya dimiliki oleh calon pemenang tender tertentu.

KAK yang sudah diatur kemudian dikirimkan ke unit lelang. Pengusaha bisa berkoordinasi secara rahasia dengan panitia, untuk memastikan pemenang.

Proses di atas melibatkan sejumlah uang bagian dari commitment fee yang disepakati.

Penyerahan imbalan dilakukan secara rahasia, tanpa tanda terima, dan tanpa saksi.

Lha kalau perusahaan yang dimiliki tidak sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi LPSE?

Gampang! Tinggal sewa bendera dengan biaya 2,5-3,5% dari proyek setelah pajak-pajak. Personil (Tenaga Ahli dan Tenaga Terampil) juga bisa sewa dengan biaya tertentu.

Itu sebagian cara mengakali sistem lelang secara elektronik. Persekongkolan yang merupakan rahasia gelap dari proses tender.

Saya duga, sisi gelap itu tidak banyak diketahui khalayak umum. Bisa juga sudah menjadi rahasia umum.

Mengatur pemenang proyek jatuh kepada pihak yang sudah ditentukan adalah perkara mudah. Uang suap melancarkan segalanya.

Pejabat publik dan semua pihak terlibat dalam proses lelang proyek pemerintah, sudah pasti telah mengucapkan sumpah jabatan dan menandatangani Pakta Integritas.

Otoritas seyogianya menambal kebocoran tersebut. Selama proses lelang secara elektronik melalui LPSE tidak dibenahi, maka selama itu pula mekanisme tersebut akan diakali.

Jadi, selain membenahi kebocoran-kebocoran di sistem LPSE, kepada pelaku korupsi ditimpakan konsekuensi hukum super berat agar ada efek jera. Misalnya merampas kekayaan dan menghukum mati koruptor.

Mungkinkah? Meminjam ungkapan dari Asmuni, itu adalah satu hil yang mustahal di negeri kita tercinta.

Ya kalau tidak sanggup, sampaikan saja kepada publik bahwa korupsi adalah sinonim dari mencuri. Koruptor identik dengan pencuri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun