Saat proyek berlangsung, pelaksana pun harus siap dengan amplop ketika ada pemeriksaan. Tetap menyiapkan "uang makan dan transport", kendati pekerjaan telah sesuai dengan spesifikasi.
Apalagi bila ada temuan yang menyalahi ketentuan detail pekerjaan. Dibutuhkan negosiasi khusus dengan pemeriksa. Tentu saja perlu amplop lebih tebal sebagai penutup mulut, yang diserahkan di rumah makan paling sepi.
Panjang ceritanya bila diurai dalam artikel singkat ini.
Diduga, kasus-kasus korupsi di KPK akan membuat oknum pegawai Pemda kian jemawa melakukan tindak pidana korupsi. Itu baru satu sektor. Kalsu ditilik pengaruhnya di instansi-instansi lain?
Sebagaimana halnya peredaran narkoba, korupsi akan kian menggurita. Makin sulit diberantas. Mungkin kelak insan pemberantasan korupsi hanya bisa garuk-garuk kepala. Jalan-jalan di dalam Gedung Merah Putih.
Salah satu cara mengeliminasi kemungkinan itu, pelaku pungli di rutan KPK mesti "dimusnahkan". Demikian pula oknum kasus korupsi lainnya yang telah mencoreng muka KPK.
Bukan hanya dihukum dengan menggunakan pasal korupsi, tetapi harus dipecat dari lembaga manapun yang dibiayai oleh keuangan negara.
Selain itu, dipaksa agar menyetorkan uang pungli kepada kas negara. Entah memakai dasar hukum apa. Barangkali berlandaskan yurisprudensi yang diputuskan oleh Majelis Hakim dalam persidangan kelak.
Begitu harapannya, mengingat perbuatan pungli, suap-menyuap, korupsi di KPK berpotensi menghasilkan pengaruh jelek dengan dimensi luas terhadap pemberantasan korupsi.
Maka, kembalikan lagi integritas KPK sesuai martabatnya. Kembalikan KPK sebagai penggawa pemberantasan korupsi di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H