Menurut Pak Maksum, ia bertahan hidup dengan penghasilan dobel gardan. Hah? Apa maksudnya? Emangnya kehidupan kayak mobil off-road segala medan?
Gardan adalah salah satu komponen penting untuk meneruskan putaran mesin ke roda. Dengan itu mobil bisa melaju dengan mulus.
Dobel gardan menautkan ingatan pada mobil 4X4. Kendaraan yang bisa melaju di jalan aspal maupun medan luar jalan yang berlumpur, berbatu, dan jalur tidak umum lainnya.
Kendaraan off-road tersebut dilengkapi dengan dua gardan, di depan dan di roda belakang. Mobil dobel gardan mampu menjelajahi segala permukaan jalan.
Demikian pula dengan Pak Maksum dan keluarga. Menjelajahi kehidupan yang tidak selamanya melalui jalan mulus. Sesekali melewati medan berliku, berdebu, dan tidak halus.
Pengetahuan itu saya dapatkan pada hari Jumat baru lalu, ketika hendak minta bantuan kepadanya untuk memperbaiki sepeda motor jadul.
Pasalnya, Honda C70 buatan tahun 1975 mbrebet. Oleh bengkel Pak Maksum, 7 atau 8 tahun lalu, pengapian diubah dari platina menjadi sistem magnet dengan CDI. Mungkin ada masalah di pengapian.
Jadi, saya ingin pegawainya mengambil sepeda motor untuk diperbaiki di bengkel. Maklum, kondisi saya belum memungkinkan mengendarai sepeda motor. Pun tidak ada orang yang bisa disuruh untuk mengantarkannya.
Berhubung saya tidak memiliki nomor teleponnya, maka saya berangkat ke tempat yang bersangkutan. Tiba di lokasi, ternyata bengkel telah berubah bentuk menjadi ruko. Ditempati oleh perusahaan percetakan.
Seorang penjual nasi menginformasikan bahwa bengkel motor pindah ke Kota Bogor bagian selatan, yakni ke Warung Bandrek dekat Gang Aut.
Dengan ditemani rintik akhirnya sampai juga di titik tujuan. Di bawah plang "Bengkel Motor Maksum" terletak gerai sederhana berisi sepeda motor sedang diperbaiki, peralatan teknik, dan beragam suku-cadang.
Seorang pria, Pak Maksum, sedang mengamati bagian dari motor. Setelah menyampaikan maksud dan tujuan, barulah beliau mengenali saya.
Tidak lama setelah pelaksanaan ibadah salat Jumat, anak dan pegawainya berangkat ke rumah untuk mengambil sepeda motor.
Selama menunggu, Pak Maksum dan saya berbincang tentang segala hal, termasuk kepindahannya ke lokasi sekarang.
Lima tahun lalu bengkel pindah, karena tempat semula akan diruntuhkan. Dibangun ulang menjadi ruko dengan harga sewa lebih tinggi.
Pak Maksum menempati lokasi di Pondok Bitung, satu tempat sedikit di luar Kota Bogor dengan jarak 7 km dari lokasi awal.
Dua tahun kemudian pindah lagi ke Warung Bandrek Gang Aut, kira-kira 1 km dari Empang. Kini bengkel kembali berada di dalam kota.
Selama lima tahun berpindah-pindah usaha bengkel mengalami jatuh bangun, terutama ketika berada di lokasi jauh dari pusat Kota Bogor.
Menurut Pak Maksum, ia bertahan hidup dengan penghasilan dobel gardan. Hah? Apa maksudnya? Emangnya kehidupan kayak mobil off-road segala medan?
Usaha Bengkel
Sejak lama Pak Maksum berusaha di bidang bengkel pemeliharaan dan perbaikan sepeda motor. Sebetulnya ia bisa saja menangani aneka macam motor, namun orang lebih mengenalnya sebagai bengkel motor jadul.
Tidak semua bengkel modern mau dan mampu menangani sepeda motor buatan tahun lawas (di bawah tahun 1990-an).
Maka sepeda motor jadul di Kota Bogor menemukan tempat terpercaya di bengkel Pak Maksum.
Bengkel selama berada di Empang berjaya. Memiliki banyak pelanggan. Selain karena keahlian, lokasi di pusat kota juga berpengaruh.
Pindah ke Pondok Bitung, omzet bengkel menurun drastis. Sebagian besar pelanggan lama enggan datang karena jarak yang memisahkan. Sedangkan pelanggan baru belum tentu ada.
Kembali ke kota menyewa di lokasi sekarang, usaha bengkel mulai berkembang lagi. Pak Maksum mulai tersenyum. Ruang perbaikan menempati bagian yang sepertinya pernah menjadi garasi.
Usaha Warung
Bilik sebelah, atau tadinya ruang tamu, disulap menjadi tempat makan. Etalase aluminium di teras depan digunakan untuk memajang aneka lauk dan sayur.
Istri Pak Maksum dibantu kerabatnya menjalankan bisnis warung nasi sederhana.
Selama ngobrol, pembeli tiada putus berdatangan memesan makanan. Ada yang santap di tempat, tetapi lebih banyak yang membungkusnya.
Menurut cerita, mereka adalah para pekerja dan pemilik toko di daerah Gang Aut, Jalan Suryakencana, dan Sukasari.
Sebagian pembeli membayar dengan cara mendekatkan telepon pintarnya ke kaca etalase. Memindai stiker QR Code. Warung sederhana yang memanfaatkan teknologi digital!
Ah, saya baru mengerti. Penghasilan dobel gardan yang dimaksud oleh Pak Maksum adalah:
- Ia tidak bertumpu kepada penghasilan dari satu usaha untuk membiayai hidup keluarganya
- Bersama sang istri mengoperasikan dua usaha. Bengkel motor dan warung nasi. Mereka saling melengkapi, dalam keadaan sulit pun tenang.
- Manajemen (termasuk perkara keuangan) dibuat terpisah, kendati usaha notabene dimiliki oleh mereka berdua.
- Akumulasi keuntungan bersih menjadi pendapatan keluarga.
Bottom line dari kisah di atas, keluarga Pak Maksum hidup dari dua usaha dan survive, kendati entah telah berapa banyak melalui jalan terjal dan berlumpur.
Jadi itulah yang dimaksud oleh Pak Maksum dengan penghasilan dobel gardan. Penghasilan dari dua kegiatan usaha.
Usai mendapat gambaran di atas, mendadak lambung berontak. Ternyata hampir pukul 2 siang.
Saya pesan nasi putih, sayur sup, tempe mendoan, kerupuk, dan sambal. Makan dengan lahap, sambil sesekali menuliskan gagasan agar pengetahuan baru diperoleh tidak lenyap.
Akhirnya, telepon genggam memindai stiker di kaca. Saldo K-Rewards di GoPay berpindah senilai Rp12 ribu ke warung Bu Eli, istri Pak Maksum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H