Senin pukul 9 pagi yang cerah. Duduk seorang pria usia 25 tahunan.Â
Bibir menjepit sebatang rokok. Secangkir kopi menemani. Mata serius menatap gawai. Sepertinya ia sedang main gim.Â
Hampir setiap pagi pada hari kerja ia nongkrong di depan.
"Libur. Atau....?"
"Dia pegawai bank keliling," sahut Emak penjual nasi uduk, lontong sayur, pecel, dan gorengan di halaman rumah.
Santai, ya? Apa tidak dikejar target atau penyelesaian pekerjaan?
Kemudian saya berbincang dengannya. Ternyata ia bekerja di satu perusahaan peminjaman uang (katanya, jangan mencantumkan nama) sebagai kolektor.
Dalam satu hari kantor menargetkan tagihan terkumpul sebanyak Rp3 juta. Pada praktiknya, pria lajang itu mampu menghimpun rata-rata Rp1,5 juta dari para peminjam, yang umumnya pelaku usaha ultra mikro.
Apabila ada nasabah yang kabur hilang taktentu rimbanya, sehingga utang tidak tertagih, maka sisa pokok ditanggung bersama oleh kolektor dan kantor.
Selain sebagai kolektor, ia bertugas menawarkan pinjaman kepada masyarakat. Sebagai kolektor sekaligus petugas lending (penyalur kredit).
Fungsi ganda memiliki konsekuensi ganda, yaitu bila pinjaman tidak tertagih maka ia ikut bertanggung jawab.
Dari nilai pinjaman disalurkan maupun penghimpunan dana angsuran ia memperoleh komisi.Â
Berapa persen?
Pria itu hanya menjawab dengan senyum. Demikian pula ketika ditanya, apakah mendapatkan gaji pokok dan tunjangan.
Tidak ada jawaban. Ia hanya menyatakan bahwa penghasilan dibawa pulang cukup untuk biaya sehari-hari. Kadang tekor bila dipotong beban pinjaman taktertagih.
"Pekerjaan ini buat batu loncatan," katanya.
Maksudnya, pekerjaaan sekarang adalah kesibukan sementara untuk mencari penghidupan. Bersifat sementara seraya menunggu pekerjaan diinginkan.
Ia merasa tidak nyaman bekerja di perusahaan peminjaman uang berbunga mencekik leher.
Menganggap kerja sekarang sebagai batu loncatan adalah ihwal wajar. Berusia muda pula, kesempatan masih membentang di hadapan.
Mungkin pekerjaan sekarang bukan impian. Tidak selaras dengan latar belakang pendidikan. Tidak sesuai passion.
Namun tidak lantas menurunkan gairah. Menyepelekan pekerjaan dengan bekerja terlalu santai. Nyaris setiap pagi nongkrong sampai pukul 10 atau lebih (kecuali akhir pekan atau tanggal merah).
Bagi pekerja yang sedang mencari tempat kerja sesuai keinginan, berada di tempat kerja sementara atau yang sebagai batu loncatan seyogianya tetap melakukan hal-hal berikut:
- Fokus perhatian kepada pekerjaan sekarang, daripada melulu memikirkannya sebagai batu loncatan.
- Tidak bersantai, tetapi menetapkan disiplin kerja dalam diri. Etos kerja ini akan menjadi kebiasaan yang akan menjadi nilai tambah dalam catatan karier.
- Bekerja baik dengan berusaha mencapai target dan menciptakan prestasi. Ini bisa menjadi portfolio bagus dalam wawancara berikutnya.
- Menjalankan pekerjaan sekarang secara serius, agar menjadi tinjauan berguna bagi perekrut di perusahaan lain.
- Fokus, disiplin, serta bekerja baik dan serius merupakan proses untuk menjadi pekerja bermutu. Jangan dirusak dengan bekerja asal-asalan.
- Tidak ada salahnya meningkatkan keterampilan (hard skill dan soft skill) demi meningkatkan kompetensi.
Satu waktu perilaku, penampilan, dan gaya bekerja di atas menjadi rekam jejak penting dalam meraih pekerjaan impian.
Jadi, meskipun pekerjaan sekarang bersifat sementara, tetaplah berlaku profesional sesuai tugas diberikan oleh kantor. Jangan menyepelekan pekerjaan batu loncatan. Bekerja serius dan tidak asal-asalan.
Terus menerus kerja santai akan memburukkan performa Anda sebagai pekerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H