Sebuah peluang usaha. Membeli jambu kristal dari Kebumen, lalu menjualnya di Kota Bogor dengan mengambil keuntungan wajar.
Sederhana. Seseorang bisa berdagang, kendati praktiknya tak semudah itu. Ada saja perkara yang dapat dijadikan alasan untuk membatalkan.
Gagasan terkait kegiatan berdagang menyembul di kepala saat melihat penjual jambu kristal di atas bak mobil pickup.
Ceritanya kemarin saya berjalan kaki, menikmati pemandangan di kebun tanaman obat dan rempah milik satu instansi pemerintah.
Usai menghirup udara segar mampir ke penjual kopi di atas sepeda motor. Memesan secangkir kopi Liong Bulan.
"Aduk dua kali ya! Lebih dari itu kopi terlalu manis."
Segelas plastik kopi panas menemani saya nongkrong di pinggir jalan, beralaskan spanduk bergambar anggota legislatif bersama pemimpin partainya. Ternyata alat peraga politik berguna sebagai tempat duduk, selain sebagai sarana kampanye.
Taklama sebuah mobil bak terbuka parkir. Sang sopir membuka penutup bak. Memasang spanduk bertuliskan, obral jambu kristal Rp10.000 per kg.
Penjual jambu kristal di atas mobil. Mencari peruntungan di tepi jalan bersama penjual kopi di atas sepeda motor, penjual nanas madu, pedagang durian di atas pickup, penjual kaca helm dan aksesoris sepeda motor di atas minibus.
Dua atau tiga bulan lalu saat saya ngopi di bawah pohon manggis, penjual jambu kristal itu belum ada.
Tampaknya laris. Satu per satu pengendara sepeda motor dan mobil berhenti, membeli rata-rata dua kilogram. Kurang dari satu jam saya menghitung ada 10-12 pembeli.
Saat jeda, penjual jambu kristal yang bernama Danny ikut ngopi di sebelah saya, taklupa membawa sebuah jambu kristal. Ah, barangkali ia melihat wajah saya yang ngiler, tapi tidak membeli.
Seruput kopi. Berbual-bual. Makan potongan jambu kristal. Nikmat betul!
Jambu kristal (Psidium guajava) seukuran rata-rata jambu biji. Kulit berwarna hijau muda. Daging buah putih berbiji sedikit. Renyah, garing ketika digigit. Rasanya pun manis.
Pedagang rujak buah bumbu ulek kadang menggunakan jambu kristal sebagai salah satu isian, menggantikan jambu Bangkok.
Omong punya omong, dari usaha sewa mobil angkutan, Danny beralih ke usaha penjualan jambu kristal. Memanfaatkan mobil bak terbuka sebagai gerai dan ruang pamer.
Ia mengambil barang dagangan dari bandar di Kebumen.
Bukan berarti mengambil sendiri di kabupaten yang terletak di bagian selatan Jawa Tengah. Jambu kristal dari Kota Lawet (walet) dikirim melalui bus AKAP Kebumen -- Bogor, yang mengakhiri perjalanan di Terminal Bubulak Bogor.
Koneksitas membuat Danny memiliki akses untuk memesan jambu kristal hasil perkebunan Kebumen, lalu menjualnya di Bogor.
"Cuma memindahkan barang dari Kebumen ke Bogor. Ditambah ongkos dan keuntungan, jadilah harga jual," kata Danny seraya menunjuk ke spanduk terpasang.
Saya ingat, 5 atau 6 tahun lalu harga jambu kristal di Pasar Anyar Kota Bogor berkisar antara Rp20-25 ribu per kilogram.
Informasi terakhir, di satu marketplace harga jambu kristal berkisar antara Rp8 ribu hingga Rp15 ribu per kg. Tidak jauh dari tempat ngopi, pedagang di atas motor menjual jambu biji Rp12,5-15 ribu per kg.Â
Danny menjualnya dengan harga Rp10 ribu. Tidak mengherankan, banyak pelintas berhenti untuk membeli. Spanduk terpasang mengundang pembeli.
Artinya, Danny menawarkan jambu kristal dengan harga bersaing.
Selanjutnya, berdagang itu sendiri membutuhkan kemauan, kesempatan, dan nyali kuat menepikan gengsi. Paling penting hasil akhirnya, yakni ada selisih untuk mengongkosi hidup.
Menurut pengakuan Danny, dalam sehari ia menjual hingga 2 kuintal. Bak mobil bisa memuat 2-3 kuintal jambu kristal.
Singkat cerita, dari perbincangan pagi di bawah pohon manggis tepi jalan kolektor saya memetik beberapa pelajaran, yaitu:
- Berdagang adalah memindahkan barang dari satu sumber, ke tempat lain yang memerlukan atau kekurangan barang tersebut.
- Harga jual akhir meliputi harga perolehan, ongkos-ongkos dan laba wajar.
- Terdapat kesempatan untuk berdagang. Sekalipun bukan berupa toko, berjualan di atas mobil parkir di pinggir jalan bisa juga menjadi alternatif. Untuk sementara abaikan ihwal legalitas dan pungutan liar.
- Tentu saja meletakkan barang dagangan di tempat strategis dengan cukup pelintas.
- Melepaskan diri dari belenggu gengsi.
- Memiliki kemampuan dan kemauan.
- Menjual dengan harga bersaing.
Demikian kurang lebih kiat dan semangat dalam menangkap peluang usaha. Disampaikan oleh Danny, penjual jambu kristal dengan lapak berupa bak mobil yang parkir di tepi jalan.
Menurut hemat saya, kemauan dan nyali membuang gengsi tersebut merupakan modal utama bagi pedagang. Atau buat mereka yang merintis usaha menjual barang dan jasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H