Apabila sungguh-sungguh melaksanakannya, puasa Ramadan membiasakan makan teratur dengan porsi terukur. Alangkah bagus jika dilanjutkan.
Makan sebelum matahari terbit. Siang sistem pencernaan beristirahat. Jeda yang juga baik bagi kesehatan dan metabolisme tubuh. Begitu kata pakar kesehatan tentang puasa.
Menurut versi saya, tumpukan lemak, kolesterol, dan barang tidak terpakai di dalam tubuh akan "dikuras" selama berpuasa. Alhasil perut terasa bersih. Badan lebih sehat.
Ramadan berakhir. Syawal menjemput.
Sebagian orang kalap. Mengambil rendang, opor ayam, dan sayur godok untuk menemani potongan ketupat dalam piring. Bisa tambah. Bisa juga ganti pilihan, yaitu sambal goreng hati, lodeh, atau semur.
Setelahnya melahap keik, kue keju, nastar, dan semacamnya. Ditutup dengan minum sirup atau es jus.
Di kesempatan lain jajanan semacam bakso dan mi ayam menjadi sasaran kerinduan terhadap makanan populer.
Dulu saya pernah begitu. Kalap. Kemudian yang terjadi adalah perut kekenyangan. Terasa tidak nyaman. Pencernaan sepertinya kaget menerima serangan demikian banyak makanan dalam waktu tidak beraturan.
Sekarang tidak begitu. Apalagi hasil pemeriksaan tempo hari menunjukkan tingginya kandungan kolesterol dan trigliserida dalam darah saya.
Saat lebaran tetap sih mengonsumsi daging, makanan bersantan, maupun minuman manis. Namun saya makan seperlunya sekadar menghargai pembuat hidangan.