Lantas, bagaimana mengatur agar kandungan GGL makanan minuman tidak melampaui batas disarankan?
Saya mengambil pengalaman menu makanan selama Ramadan di rumah.
Menu Buka Puasa
Pertama, membaca doa berbuka puasa, minum air bening, makan 3 buah kurma kering, dan makan penganan kecil (gorengan dalam jumlah terbatas atau makanan dikukus semisal dimsum).
Setelah salat magrib minum es buah dengan sedikit kandungan gula. Pilihan lain adalah setup (jambu, tape, nanas), sesekali makan kolak ubi atau pisang bersantan encer.
Makan utama berupa nasi merah/putih dengan pilihan lauk yang berubah setiap hari: pepes ikan, ayam, atau tahu; ikan asam padeh (tanpa santan); ayam/ikan panggang; tuna masak pindang. Bolehlah sekali-kali makan lauk digoreng.
Pilihan sayur pendamping: gado-gado, lalap plus sambal, tumis sayur, sayur asem, sup sayur. Sebelum isya, makan buah meja: pepaya, pisang, jambu.
Makan Sahur
Dini hari merupakan waktu di mana mata masih berat dibuka. Belum muncul selera. Malas mengangkat sendok garpu.
Sebelum makan terlebih dahulu makan buah pisang. Lalu makan makanan berkuah, seperti: sup ayam, sup kacang merah, soto ayam (tidak bersantan), rawon, miso (tauco Jepang) tahu, tuna dipindang (berkuah).
Pilihan lain adalah ayam panggang, tahu tempe kukus/goreng, telur pindang, tumis ayam suwir. Tidak lupa masakan sumber serat seperti tumis sayur, sayur bening, lodeh. Umumnya olahan yang dapat membangkitkan selera dan mudah ditelan.
Selama bulan Ramadan saya cukup minum air bening. Menghindari dulu makan petai atau jengkol, makanan terlampau pedas, kopi.
Bagusnya saya sudah berhenti merokok. Merokok di waktu berbuka atau sahur dapat membuat tenggorokan kering pada siang hari.