Permintaan membubung, harga melambung. Harga mengangkasa, tapi tidak lantas menyurutkan keinginan berbelanja.
Sabtu jelang Ramadan. Pasar Anyar lebih padat dari sebelumnya. Padahal, katanya, harga bahan pangan merangkak naik. Harga bahan pangan lebih mahal dari biasanya, kok pembeli malah membeludak?
Pasar yang biasanya ramai, sekarang kian padat. Jalan sekitar perbelanjaan tradisional itu ruwet. Orang bercampur aduk dengan sepeda motor.
Mungkin mereka membeli bahan-bahan untuk cucurak, yaitu acara makan bersama sebelum bulan suci. Atau memborong barang yang akan diolah menjadi hidangan lezat sebagai persiapan Ramadan.
Maka lebih sulit bagi saya untuk menembus kepadatan tanpa tersenggol. Bahaya! Terserempet, bisa jatuh.
Tak jadilah membeli sesuatu di pasar. Tak jadilah saya mencari tahu tentang kenaikan harga barang-barang. Informasi sekilas, kata orang harga-harga naik.
Demi menyelamatkan diri, saya mencegat angkot. Keluar dari wilayah pasar dihadang oleh macet. Angkutan umum, sepeda motor, truk boks, orang, bertumpuk-tumpuk dijemur sinar matahari.
***
Besoknya saya jalan-jalan di sekitar rumah. Ke permukiman di belakang kompleks, lalu nongkrong, ngopi, ngobrol kosong dengan beberapa orang.
Umi penjual pecel, karedok, dan rujak ulek mengeluhkan kenaikan harga-harga. Sementara ia tidak bisa menaikkan harga barang dagangan mengikuti meroketnya harga bahan.
Katanya, harga cabai rawit naik dari 60 ribu ke 100 ribu/kg. Bawang merah dari 40 ribu menjadi 60 ribu/kg. Kangkung jadi 4 ribu dari semula Rp2.500 seikat. Harga bonteng (mentimun) melonjak dari Rp8.000 ke Rp12.000 tiap kilonya.
Menurut Uda pedagang warung kelontong, harga telur yang tadinya sekitar Rp27 ribu ikut naik menjadi Rp 33 ribu per kilogram. Sedangkan harga tepung terigu stabil, kata Bu Nti pedagang gorengan.
Saya tidak menanyakan harga ayam dan daging. Sumber protein yang jarang mereka beli.
Demikian gambaran sekilas, kenaikan harga bahan pangan beberapa hari sebelum bulan Ramadan tiba.
Menyikapi kenaikan harga yang selalu terjadi tiap-tiap menjelang bulan suci penuh ampunan, baiknya kita menahan diri. Berbelanja dengan pola normal seperti hari-hari biasanya.
Tidak bernafsu menumpuk bahan pangan menghadapi permulaan puasa.
Bukankah bulan Ramadan adalah waktu terbaik untuk belajar mengendalikan segala hawa nafsu? Maka, lakukan persiapan Ramadan 2023 dengan persiapan fisik dan mental (rujukan).
Dengan ini pula saya dan keluarga menyampaikan:
Mohon maaf lahir batin kepada semua teman dan kenalan.
Selamat menjalankan ibadah puasa sebentar lagi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI