“Asyik. Sudah tiba masa aku pedekate ke kamu dong,” sergah Rudolfo.
“Hahahaha... Bisa aja kamu cari kesempitan dalam kesempatan. Maksudnya, nelpon ini sebenarnya aku mau cerita.”
Rudolfo menepuk dahinya. Mulai lagi dah macan betina ini berkeluh kesah.
“Begini. Aku mengenal seseorang pria ganteng, penuh perhatian, baik hati, lembut pula. Beberapa kali perjumpaan dan makan malam. Sampai saat candlelight dinner merayakan valentine....”
“Aku mendengarkan.”
Suara berbunga-bunga merambat melalui udara mematuk telinga Rudolfo.
“Ya, pria ganteng itu melamarku untuk jadi istrinya...!”
Rudolfo merasa sebagian dari jiwanya copot, “kamu dan pria itu..., ergh, sudah melakukan .....anu?”
“Lha kan kita berdua sudah sama-sama dewasa....”
“Aku mendengarkan.”
“Aku menerimanya. Dengan itu, apakah aku harus melakukan pernikahan secara diam-diam atau terbuka?”