Dari dulu anak-anak menyukai penganan mengandung gula. Kini muncul kekhawatiran. Kembang gula, camilan berselaput cokelat, dan minuman manis kian mudah dijangkau.
Anak-anak SD Kota Malang tahun 1970-an mestinya pernah menjajal jajanan ini.
Tebu kupas untuk bahan gula dipotong kira-kira 7 sentimeter, lalu ditusuk biting bambu bercabang-cabang. Juga, satu lembar roti tawar dikucuri cairan gula berwarna merah cerah mencetak pola tertentu. Atau gulali dengan bentuk menarik. Jangan lupakan, es batu diserut lalu disiram sirop frambozen.
Mungkin masih ada jenis penganan manis lainnya. Saya agak kesulitan mengingatnya.
Namun saya percaya, ragamnya tidak sebanyak makanan manis pada zaman kini. Anak sekarang punya banyak pilihan, selain cukup uang jajan.
Bila saya ke warung kelontong di sekitar rumah, pada bagian paling depan dipajang stoples isi aneka kembang gula. Di atas etalase terletak berjenis-jenis penganan manis, dari wafer hingga stik berselaput cokelat. Mudah diraih.
Belum lagi bermacam minuman manis di lemari pendingin. Ditambah pula bubuk jus dalam kemasan saset.
Harganya pun berada dalam jangkauan uang jajan anak-anak. Makanan minuman manis menjadi buruan favorit.Â
Sebuah penelitian tahun 2018 mengatakan, dua pertiga anak berusia 5-19 tahun dalam sehari menyeruput satu atau lebih minuman manis.
Satu pengamat menggambarkan, salah satu pola hidup tidak sehat adalah mengonsumsi makanan dengan kadar gula tinggi. Itu membuatnya khawatir.
Terinformasi, terjadi peningkatan 70 kali kasus diabetes anak berdasarkan data Januari 2023, ditimbang-timbang dengan kejadian sama di tahun 2010.Â
Jumlah anak berobat karena menderita diabetes dengan menggunakan fasilitas BPJS bertambah 1.000 kasus, pada akhir 2022 dibanding tahun 2018.
Itu lantaran makanan minuman manis mudah dijangkau. Sementara kebijakan pemerintah dinilai "belum cukup melindungi". Tanpa intervensi pemerintah, dikhawatirkan kasus diabetes anak akan terus meningkat (bbc com).
Kita tunggu, seperti apa regulasi pemerintah terkait pembatasan kadar gula dalam makanan minuman kemasan, berhadapan dengan kepentingan industrialis.
Ketimbang berlama-lama menanti, kita sebagai orang tua baiknya melakukan langkah-langkah berikut:
- Memahami anjuran mengonsumsi gula 50 gram, setara 4 sendok makan, per orang per hari (p2ptm.kemkes.go.id).
- Mengetahui bahwa anak (2-18 tahun) disarankan tidak makan gula melampaui dari 25 gram (6 sendok teh) per hari.Â
- Anak usia kurang dari 2 tahun tidak diperkenankan mengonsumsi gula tambahan (alodokter.com).
- Membaca label informasi pada makanan minuman kemasan. Atau memilih label "Pilihan Lebih Sehat" (mengandung gula 6 gram/mm) pada produk olahan.
- Mengajak dan mengajarkan anak agar lebih banyak makan sayur dan buah.
- Mengontrol penggunaan gula tambahan dengan membuat sendiri penganan manis. Lebih bagus mengikutsertakan anak dalam prosesnya agar ia menyukai kudapan bikinan sendiri.
- Membiasakan anak minum air bening daripada minuman manis.
- Mengurangi kebiasaan anak untuk jajan. Di antaranya menghindari membeli penganan mengandung gula tinggi, kue-kue, minuman manis.
- Mendorong anak agar lebih banyak beraktivitas fisik ketimbang mager (malas gerak).
- Menjadi teladan yang mengonsumsi makanan, minuman, dan menjalankan gaya hidup sehat.
Keterangan: makanan minuman manis adalah sebagian dari berbagai pemicu diabetes anak .
Anak-anak menyukai penganan manis. Celakanya, makanan minuman mengandung gula tambahan kian mudah didapat.
Tidak ada salahnya menerapkan langkah-langkah di atas demi kepentingan anak-anak. Sebagai upaya mengontrol konsumsi makanan minuman manis dalam batas diperkenankan. Agar kelak mereka senantiasa sehat dan produktif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H