Usaha pengiriman komoditas ke Vietnam dengan keuntungan bagus. Mobil-mobil di rumah, kantor dengan pegawai sibuk, menggambarkan kemajuan tersebut.
Kemudian Har menunjukkan surat permintaan barang, invoice, dan dokumen lain dalam rangka membangun keyakinan agar saya menanamkan uang dalam usahanya.Â
Ia menyodorkan keuntungan menggairahkan, namun entah kenapa saya bergeming dengan alasan:
Pertama, saya tidak memiliki persediaan uang dingin)* untuk berinvestasi.
Kedua, nalar saya mengingatkan bahwa betapa lebar margin ditawarkan. Jangan-jangan merupakan investasi jangka pendek dengan risiko tinggi, kendati dipropagandakan punya gain bagus.
Itu pertemuan terakhir dengan Har. Sekian lama saya sibuk berkarier di Jakarta. Kembali ke Bogor ketika membangun usaha sendiri.Â
Saat itulah beberapa kali saya berjumpa dengan kawan-kawan "korban" usaha Har.
Beberapa teman menanam uang di ladang usaha milik Har. Berharap akan tumbuh buah manis, kenyataannya: zonk!
Har sepertinya memanfaatkan lingkaran pertemanan sebagai sumber pembiayaan usaha. Entah bagaimana mekanismenya, uang ditanam akhirnya lenyap ditukar janji.
Kantor tutup. Pegawai terlantar. Har buron tanpa diketahui rimbanya.
Investasi bodong. Boro-boro keuntungan, teman-teman menanam uang hanya untuk tidak dibayar.