Penjual kopi mengangguk lalu meletakkan kopi panas di kotak yang berfungsi seolah-olah meja. Sayang saya lupa memotret kopi di atas meja dadakan itu.
Gelas plastik berisi kopi diberi alas. Terbuat dari gelas plastik kosong dipotong dua. Kemudian bagian mulut dibalik, diselipkan ke pantat gelas plastik berisi kopi.
Selain membuat gelas tidak mudah goyah, tumpuan itu juga berfungsi sebagai tempat pegangan. Stabil dan tidak terasa sangat panas di tangan.
Pak Yana 64 tahun menjual kopi seduh sejak satu tahun lalu. Pekerjaan utama sebenarnya buruh bangunan dibayar harian. Ia jarang mendapatkan pekerjaan selama pandemi sampai sekarang.
“Yang penting keluar rumah. Cari rezeki dengan berjualan kopi seduh. Alhamdulillah, bersihnya dapet seribu (rupiah) dari segelas kopi.”
Selain itu, bisa bertemu dengan sesama pedagang pinggir jalan dan pembeli dengan beragam latar belakang.
Sambil membersihkan jalur limpasan air dari jalan ke parit yang penuh sedimen ditumbuhi rumput, pria itu mengaku dalam sehari bisa memperoleh Rp 50 ribu. Setara dengan 16 gelas kopi @ Rp 3 ribu per satuan. Untung Rp 16 ribu per hari.
“Jual kopi hanya sementara. Tutup kalau ada order,” matanya penuh harap.
Maksudnya, ada orang yang menggunakan jasanya sebagai buruh bangunan. Apa saja. Memperbaiki genteng, menambal sesuatu, bikin adukan. Pokoknya berkaitan dengan pekerjaan kasar bidang bangunan.
Air menitik dari langit mendung.
Saya bangkit menyerahkan uang kepada Pak Yana, penjual kopi motor nan tabah. Buru-buru pulang sebelum ramalan BMKG benar-benar terbukti.