Singkat cerita, paku emas ditanam pada satu balok kayu penopang atap lantai dua. Harapan semua orang terlibat melambung.
Berhasil mengangkat performa penjualan?
Tidak sama sekali. Tiga bulan omzet flat, malahan cenderung menurun. Tidak kuat menahan deg-degan di dada, saya berikut seluruh pegawai melakukan terobosan dalam pengelolaan. Menggunakan cara-cara rasional.
Upaya tersebut membuahkan hasil. Pelan, tapi pasti, kasir tampak lebih sibuk menginput captain order menjadi bill kepada para tamu. Saya tersenyum. Para pegawai tersenyum.
Pelaris ala Emak
Ada saatnya pengunjung warung Emak ramai. Barang dagangan habis. Gado-gado dan nasi uduk paling laris. Kalau habis, belum jam sebelas warung sudah tutup.
Ada kalanya sepi pembeli. Masih tersisa beberapa jenis makanan. Paling mencolok adalah gorengan.
Sisa sayur gado-gado, nasi uduk, dan lontong sayur dimakan sendiri atau dibagikan kepada tetangga yang dianggap membutuhkan. Sisa gorengan, mi dan mi goreng, dan penganan dengan jumlah layak dilimpahkan kepada pesantren tradisional di pinggir Kota Bogor.
Tidak rugi?
"Enggaklah. Insyaallah barokah. Kelak ada gantinya," Emak meyakinkan saya.
Mind set! Keyakinan bahwa berjualan ada saatnya untung (laris), di lain waktu rugi (barang tidak habis). Keyakinan menguatkan dan membuat bertahan yang kemudian membentuk jiwa dagang Emak.