Seperti biasa, setelah berjalan kaki pada Sabtu kemarin saya melewati sebuah pasar. Ada satu hal yang menggoda untuk dihampiri. Apa itu?
Tahun 1990-an Pasar Merdeka merupakan pangkalan bemo dan angkutan kota, pindahan dari terminal depan stasiun yang sekarang menjadi alun-alun Kota Bogor.
Selain berfungsi sebagai terminal angkot, Pasar Merdeka juga merupakan pusat perdagangan onderdil kendaraan. Bukan baru, tapi suku cadang bekas.
Di bagian lain terdapat perdagangan hasil bumi, terbanyak adalah pisang. Kemudian berkembang, para pedagang menggelar lapak aneka sayur segar, bumbu-bumbu, pindang tongkol, tempe tahu, hingga ikan segar. Tidak terlihat pedagang daging. Atau saya datang kurang pagi?
Syahdan, pangkalan angkot "dijajah" oleh para pedagang. Area terminal menyempit. Lama-kelamaan menjadi tempat parkir dan ruang sementara untuk perbaikan mobil.
Angkot tidak memasuki terminal, tapi ngetem di jalan Sumeru dan jalan Perintis Kemerdekaan. Atau melintas perlahan di jalan sempit kiri kanan Pasar Merdeka seraya menarik penumpang.
Pada tepi jalan sempit yang lebih sepi terdapat kedai nasi Sunda. Terbuka lebar tanpa sekat, kedai penjual makanan diapit kios camilan dan ahli rekondisi lampu mobil.Â
Juga memajang makanan di atas meja panjang secara terbuka. Ya. Terbuka tanpa penutup, kendati berada di tepi jalan di mana kendaraan sesekali melintas.Â
Justru itulah yang menarik perhatian saya untuk mampir.
Di meja dengan level lebih tinggi terdapat aneka pepes (ayam, ikan mas, tahu), timun dan terong bulat, tumis teri, peyek udang, tempe tahu.