Ketika terbaring di ranjang rumah sakit saya merenung, andai dulu tidak melulu memikirkan pekerjaan.
Dua wanita turun dari motor matik. Setelah menggantungkan helm, dua spion memantulkan wajah-wajah manis yang sejenak merapikan rambut.
Sales motoris itu menuju warung kelontong. Menawarkan atau meletakkan barang dagangan, tidak tahu pasti.
Pastinya salah satu dari mereka menyodorkan sambal rentengan, mungkin sepuluh saset setiap untainya, kepada saya yang sedang duduk santai di bale-bale depan warung.
Dengan senyum saya menolak.
Mereka sedikit mengernyitkan dahi, kenapa tangan kiri saya lebih aktif dalam berkegiatan, semisal berjabatan tangan?
Mau tidak mau saya bercerita kepada dua wanita muda tersebut. Begini yang saya ceritakan.
Bagi pemborong pekerjaan milik instansi pemerintah, Desember biasanya merupakan periode terakhir penyelesaian proyek. Bulan terakhir empat tahun yang lalu saya berada di Kabupaten Sumedang. Tinggal finishing pekerjaan pembangunan gedung dua lantai.
Satu pagi di mes. Ketika hendak ke kamar mandi, kepala terasa sedikit pusing yang membuat badan enggan bergerak. Saat mandi, tangan kiri mengambil alih gayung dari tangan kanan yang mendadak malas.
Berangkat ke lokasi juga ogah-ogahan. Kaki sepertinya lamban melangkah. Meski memakan waktu lebih lama dari biasanya, akhirnya tiba juga di lokasi proyek.
Setelah memberikan arahan kepada mandor dan pekerja, saya tiduran di bangku panjang.
Tidak kuat kembali ke mes, maka saya menginap di tempat lebih dekat dengan lokasi proyek. Setelah dua hari di rumah kontrakan mandor, putri sulung saya menjemput. Dan semuanya sudah terlambat!
Terjadi penyempitan pembuluh darah di otak. Mungkin dipicu endapan berbagai faktor: capek, makan tidak terkontrol, sering marah tidak terkendali, kurang istirahat, terlalu banyak merokok dan minum kopi, beban pikiran.
Mengenai pengertian, penyebab, gejala, diagnosis, pengobatan, pemulihan, komplikasi, dan pencegahan dari penyempitan atau pecahnya pembuluh darah dapat dipelajari di sini.
Saya tidak hendak mengulas stroke dari aspek kesehatan, tetapi dari kacamata lingkup pekerjaan atau worklife.
Menurut apa yang saya rasakan, serangan penyakit kronis ini tidak dapat diduga datangnya. Bisa jadi ia merupakan akumulasi dari pola makan buruk, kurang istirahat, rasa capek, beban dan keruwetan pikiran bertumpuk menjadi satu.
Pola Makan. Saking sibuk, jam makan kerap diabaikan. Sekalinya ada jeda, kalap menyantap hidangan yang enak-enak. Apalagi jika harus menjamu pihak tertentu, maka sajian mengandung kolesterol pun disikat.
Padahal nyaris semua jenis makanan sudah pernah disantap. Usia di atas 40 tahun, kata orang, mestinya mengontrol konsumsi makanan. Selain itu makan teratur dengan porsi cukup.
Kurang Istirahat. Nah ini! Pekerjaan sangat menyita waktu, sehingga jika dituruti waktu 24 jam sehari tidak bakal cukup. Jalan keluarnya, atur waktu agar tunduk pada pentingnya kesempatan beristirahat, seperti tidur cukup pada waktunya.
Kesibukan tidak akan pernah menolong ketika terserang penyakit. Oleh karena itu, baiknya menyelesaikan pekerjaan produktif dalam rentang delapan jam kerja pada hari kerja. Sedikit melampaui boleh. Anggap dedikasi.
Lebih dari itu, hargai diri Anda dengan imbalan yang cukup. Bagi pegawai, manfaatkan fasilitas lembur. Bagi pengusaha, manfaatkan quality time bersama keluarga.
Di luar waktu-waktu kerja, tinggalkan saja pekerjaan menumpuk di meja kantor. Jangan bawa pikiran terkait pekerjaan ke rumah. Pulang adalah kesempatan berharga bersama keluarga.
Rasa Capek. Mereka yang produktif pasti merasa capek. Lelah karena target bak kuda menarik kereta. Bisa dikendalikan, tapi tidak bisa dikejar sebab selalu berada di depan.
Capek, beban dan keruwetan pikiran dapat diatasi, salah satunya, dengan berekreasi. Dalam batas-batas tertentu, juga dengan bersosialisasi, menyalurkan hobi, berolahraga.
Kegiatan-kegiatan di luar pekerjaan itu mampu meredam rasa capek akibat tekanan pekerjaan. Beban dan keruwetan pikiran sejenak reda dan kembali pada hari Senin lusa.
***
Pekerjaan produktif --mau tidak mau, suka tidak suka---harus diselesaikan. Itu terkait penghasilan didapatkan. Di sisi lain ada kepentingan diri sendiri untuk tetap menjaga kesehatan diri dan kepentingan membahagiakan keluarga.
Dua hal berlawanan yang senantiasa saling berebut untuk mendapatkan perhatian.
Alangkah baiknya bila membagi waktu juga ruang dalam diri secara bijaksana, dengan memerhatikan:
Kepentingan tanggung jawab pekerjaan dan kegiatan yang tidak berkaitan langsung dengan pekerjaan, seperti keluarga, bersosialisasi, rekreasi, hobi, berolahraga, dan seterusnya.
Dalam istilah kekinian disebut worklife balance. Keseimbangan yang penting demi menjalani hidup lebih berkualitas.
Begitu pengalaman yang disampaikan ke dua wanita sales motoris di atas.
No one on his deathbed ever said, "I wish I had spent more time at the office." -- Paul Tsongas, Politician (kutipan dari realwealth.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H