Lisan lantang. Orangtua bangga. Apalagi saat cita-cita menjadi nyata melampaui mimpi yang paling mustahil.
Mulut terasa asam. Kecut tanpa rokok setelah makan malam. Tidak ada yang bisa diperbuat melainkan memandang cecak menyergap nyamuk terpisah dari keluarganya.
Seperti dirinya. Kusut terpisah dengan keluarga terkurung di ruang sempit yang pengap juga lembap.
Ingatan bertumpuk-tumpuk menjejali mata terpejam diterangi temaram lima watt.
Ada masanya di mana orangtua memberikan pilihan cita-cita: dokter, insinyur, pegawai negeri, guru, atau orang berkedudukan.
Maka kelas di suatu sekolah dasar terkotak menjadi warna-warni mimpi, yang semoga terwujud ketika sudah dewasa.
Demikian halnya dengan ruang kelas paling buncit mendekati rumpun bambu angker, yang kadang-kadang dari sela-selanya muncul ular ramping panjang dan berwarna hijau pupus.
Hari beranjak siang. Menjelang pulang seorang bapak dengan pikiran bersahaja melihat anaknya di depan kelas.
"Cita-citaku menjadi pejabat! Berbakti kepada nusa bangsa dan orang banyak," lantang Sobri.
Hadirin sejenak gaduh. Pantat-pantat terangkat dari kursi-kursi merah setelah sebuah aba-aba.