Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sarapan Nasi Telur Ceplok Dikecapin Sebelum Menghadapi Tantangan

27 Oktober 2022   07:27 Diperbarui: 27 Oktober 2022   08:39 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matahari bermendung. Pagi dingin tidak mengurungkan keinginan untuk berjalan-jalan. 

Di hadapan tersaji sepiring nasi hangat dengan telur ceplok, acar, dan kerupuk. Salah satu menu favorit dari semenjak usia sekolah. Sarapan dulu sebelum melangkah.

Kegiatan kali ini adalah menyusuri bantaran sungai Cipakancilan kawasan Ciwaringin Kota Bogor. Dekat. Tidak lebih dari 500 meter. 

Namun perjalanan naik turun tangga curam merupakan rintangan menantang. Tidak demikian bagi mereka yang normal dan dikaruniai kesehatan.

Dahulu, tiga puluh tahun lalu, kawasan bantaran kali yang letaknya lebih dekat ke rumah disebut "pengairan" oleh warga setempat. Di sana terdapat mata air tidak pernah surut.

Ia merupakan rembesan dari dataran dengan pepohonan yang lebat untuk ukuran sebuah kota. Dari situlah petualangan dimulai.

Di ujung jalan menapaki anak tangga menurun tajam. Berhati-hati dengan berpegangan kuat pada railing di sebelah kiri. Berhasil "mendarat" di kawasan belakang Cimanggu Kecil. 

Tangga turun yang curam (dokumen pribadi)
Tangga turun yang curam (dokumen pribadi)
Keadaan sudah berbeda. Kini tebing curam diisi dengan rumah-rumah beratap genteng plentong dan asbes gelombang. Dindingnya beragam, tersusun dari batako hingga bata ringan. Sebagian ditutup dengan finishing cat, sisanya diplester seadanya.

Tidak hanya disesaki oleh hunian warga, di kawasan bantaran kali itu juga berdiri deretan rumah petak dengan sewa bulanan.

Mata air masih ada. Sekarang ditampung di dalam kamar mandi umum. Limpahannya dialirkan ke kolam lalu berakhir pada derasnya aliran sungai.

Pada beberapa titik dibuat kolam ikan. Satu dua merupakan tempat pemancingan. Lainnya digunakan untuk memelihara ikan konsumsi. Belum ada informasi, hasilnya dijual atau tidak

Kadang pandangan mata ke arah aliran sungai sedikit terhalang oleh jemuran. Tak mengapa.

Jemuran di pagar pembatas (dokumen pribadi)
Jemuran di pagar pembatas (dokumen pribadi)

Jemuran (dokumen pribadi)
Jemuran (dokumen pribadi)

Keluar dari wilayah itu adalah menaiki anak tangga yang di beberapa bagiannya ditumbuhi lumut. Demikian menanjak, sehingga perlu berpikir berulang-kali bila akan menuruninya.

Selanjutnya melewati gang di daerah Ciwaringin, menembus daerah belakang pabrik es sudah bangkrut. Menuruni tangga yang, sekali lagi, curam. Di bawah menyeberangi jembatan.

Dari atasnya terlihat rumah-rumah berdiri di bantaran kali. Batasnya adalah aliran sungai.

Tangga turun (dokumen pribadi)
Tangga turun (dokumen pribadi)

Menyeberangi jembatan (dokumen pribadi)
Menyeberangi jembatan (dokumen pribadi)

Rumah-rumah di bantaran kali (dokumen pribadi)
Rumah-rumah di bantaran kali (dokumen pribadi)

Dalam periode hujan demikian deras, sebagian wilayah bantaran kali tersebut mengalami longsor. Beberapa waktu lalu Walikota Bogor Bima Arya menengok kawasan tersebut, meminta bawahannya agar mengidentifikasi daerah rawan bencana dan mendesain relokasi bagi warga kena longsor (sumber).

Diketahui, bencana longsor pada 12 Oktober lalu menimbulkan korban jiwa.

Sebelum melanjutkan perjalanan terlebih dahulu beristirahat pada sebuah kedai gorengan. Minum air putih dan ngopi Liong (kopinya orang Bogor).

Menyeruput kopi Liong Bulan (dokumen pribadi)
Menyeruput kopi Liong Bulan (dokumen pribadi)
Sekonyong-konyong seorang pria dengan lengan penuh tato menepuk pundak. 

Teman lama banget! Acang sekarang menjadi "preman" Pasar Anyar, kata seseorang di sebelahnya.

Membuka masker, seorang wanita mengenali wajah saya. Mbak Iin adalah pengasuh sewaktu anak saya masih belia. Suaminya merupakan sepupu dari Acang.

Setelah berbincang akrab, saya melanjutkan perjalanan. Untuk mencapai dataran selevel dengan jalan pulang, saya sekali lagi harus mendaki tangga curam. Haddeh!

Tangga naik (dokumen pribadi)
Tangga naik (dokumen pribadi)

Perjalanan kali ini tidak sekadar berolahraga, tapi melihat sekilas kehidupan warga yang rumahnya berada di bantaran kali. 

Rumah-rumah yang sebagian berpotensi longsor bila curah hujan meninggi. Semoga mereka diberikan keleluasaan rezeki agar mendapatkan lahan lebih layak.

Selain itu, petualangan yang tidak biasa itu mempertemukan saya dengan kenalan-kenalan lama. Satu "kebetulan" yang bukan kebetulan. Ada campur tangan Sang Maha Pengatur. Saya percaya, ada maksud baik di balik peristiwa itu. Entah apa.

Hal paling penting, ternyata saya mampu menantang diri sendiri mengatasi rintangan naik turun menyusuri bantaran kali. Mungkin bagi orang lain itu adalah perkara mudah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun