Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ternyata Begini Hidup Bertetangga di Jakarta

18 Oktober 2022   05:54 Diperbarui: 18 Oktober 2022   07:42 1711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hidup bertetangga oleh 1970luizcosta dari pixabay.com

Pagi terbirit-birit berangkat kerja. Pulang ketika sudah kelam. Akhir pekan berada di acara keluarga. Tak sempat beranjangsana ke tetangga.

Ada yang bilang, dewasa ini kehidupan bertetangga di Jakarta semakin renggang. Waktu terkikis oleh kesibukan sehingga interaksi dengan tetangga berkurang (kompas.com).

Begitu katanya. Namun saya pernah tinggal di Jakarta, dan tidak sepenuhnya menghadapi hidup bertetangga yang demikian.

Satu waktu yang lalu, selama lebih dari sepuluh tahun bermukim di belakang kantor Polsek Setiabudi Jakarta Selatan. Masuk 25 meter ke dalam gang.

Hidup bertetangga di dalam gang (dokumen pribadi)
Hidup bertetangga di dalam gang (dokumen pribadi)

Selain Betawi, warga sekitar berasal dari beragam suku. Tanpa menghitung penghuni tempat kos, sebagian besar tetangga merupakan warga lama.

Pertama datang, saya adalah pendatang baru bagi mereka.

Saya pikir mereka adalah warga Jakarta yang berorientasi kepada diri sendiri, dan lebih mementingkan waktu. Saya pun kemudian mendahulukan kesibukan daripada berinteraksi dengan tetangga.

Pagi terbirit-birit berangkat kerja. Pulang ketika sudah kelam. Akhir pekan berada di acara keluarga.

Sampai satu ketika Pak RT dan tetangga mengajak kerja bakti untuk mempercantik lingkungan tempat tinggal.

  • Membersihkan, menambal jalan berlubang dengan adukan semen, dan merapikan tempat sampah.
  • Menambah pot tanaman hias serta yang menghasilkan keperluan bumbu dapur dan sayuran.
  • Dengan inisiatif sendiri, memperbaharui cat pembatas rumah masing-masing.

Mengikuti kegiatan kerja bakti, saya jadi mengenal satu persatu tetangga. Ada pensiunan TVRI, penjaga toko di mal, pegawai swasta, pekerja serabutan, sopir bajaj, pegawai negeri, dan lain-lain.

Semua lebur. Akrab tanpa sekat. Tentu saja dalam batas wajar.

Saya juga baru tahu, bapak-bapak kerap berkumpul pada malam hari. Dari mulai main kartu remi dan gaple, mengadu strategi bermain catur, sampai cuma ngobrol ngopi-ngopi bareng

Pengetahuan itu menarik saya untuk ikut berkumpul. Dari kantor tiba di rumah menjelang azan Magrib, atau sebelum Isya. Membersihkan diri. Bercengkerama sejenak, lalu bergabung dengan tetangga.

Tidak sampai larut. Sekitar pukul sepuluh malam sudah kembali ke rumah.

Jadi, memang sejak dulu di lingkungan tetangga dalam gang sudah terbangun suasana guyub. Entah di wilayah lain.

Ketika berlibur di rumah mertua di Bogor, saya mesti dioperasi pengangkatan usus buntu. Selanjutnya beristirahat untuk pemulihan di sana selama dua pekan.

Menggunakan metromini (bus mini warna oranye biru), rombongan tetangga dari Jakarta datang menjenguk. Kunjungan yang membuat terharu, padahal operasi usus buntu adalah tindakan medis kecil. Bisa saja mereka menengok setelah saya kembali ke Jakarta.

Tidak seperti bayangan semula. Semula saya berpendapat bahwa kehidupan bertetangga di Jakarta itu renggang, dengan lebih mendahulukan kepentingan masing-masing. 

Mustahil ada suasana keakraban di antara tetangga. Apalagi bila dibatasi dengan pagar rapat yang tinggi.

Lebih dari sepuluh tahun tinggal di sebuah wilayah di ibukota, pada satu waktu yang lalu, memberikan pemahaman berbeda.

Ternyata begini rasanya berada di lingkungan Hidup Bertetangga, suasana penuh keakraban dan saling memperhatikan pada sebuah gang di Jakarta Selatan.

Akhirnya kembali ke diri kita sendiri, mau bergaul dengan tetangga atau tidak? 

Bertetangga adalah hidup dengan beragam sifat yang tidak semua sesuai dengan keinginan kita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun