Makanan ini nyaris serupa dengan kupat tahu di daerah lain.Â
Penganan khas Bogor tersebut berisi potongan lontong yang semula dibungkus daun patat, irisan tahu goreng, disiram saus kacang yang dimasak dengan bumbu tertentu, dan ditambahkan kerupuk.
Di warung bapak Odik seporsinya sudah termasuk sebutir telur rebus dipotong dua. Sesendok sambal cabai rawit menambah kenikmatan menyantap doclang.
Saya tidak pernah bosan menyantapnya. Ringan. Mudah diterima oleh lidah pengecap. Harganya pun bersahabat.
Seporsi termasuk telur rebus ditebus dengan uang Rp 13 ribu. Sebagai perbandingan, harga doclang di penjaja keliling Rp 8 ribu per porsi tanpa telur. Saya tidak mengetahui harga terkini produk sejenis dijual di Jembatan Merah.
Selesai melicinkan piring dan minum obat, saya menyerahkan uang pas kepada penjual, lalu beranjak meninggalkan warung berikut sepuluh orang sedang makan.Â
Melanjutkan perjalanan pulang dengan jalur memutar, melintasi rute berbeda.
Sekitar dua puluh meter terlihat seorang laki-laki sedang memajang penganan dibungkus daun pisang. Sejumlah gulungan berada di atas kompor pemanggang.
Pada nampan stainless steel tersusun rapi: nasi bakar isi teri, ayam, cumi, ayam geprek, dan bebek. Di sebelah terdapat bungkusan tempe kering dua ribuan.
Tertulis harga nasi bakar Rp 8.000 dan Rp 10.000 tergantung isi. Harga lumayan terjangkau. Entah bagaimana isinya.