Penjual es loder membeli mi ayam. Tukang bubur membeli es loder. Penjual mi ayam menyantap bubur ayam. Secara tidak langsung muncul kehendak bawah sadar untuk melariskan penjualan satu sama lain.
Dari pembicaraan dengan pedagang kecil di atas, ditambah dengan tangkapan informasi secara visual, maka dapat disarikan beberapa hal berikut:
- Kenaikan harga bahan tidak lantas membuat pedagang makanan menaikkan harga jual.
- Mereka mengurangi keuntungan dan isi dalam mangkuk, dalam upaya menyiasati peningkatan harga pokok penjualan.
- Menganggap kenaikan harga bahan pangan sebagai keadaan yang given, di mana mereka tidak punya kuasa untuk mengubahnya.
- Mereka memiliki pemahaman umum: yang penting barang dagangan terjual habis. Pokoknya modal bisa berputar secara kontinu.
- Menghadapi kenyataan kenaikan harga dengan pikiran positif, berkeliling menjajakan dagangan, sabar dan tekun mengais rezeki, serta pasrah tentang hasil kepada Yang Maha Kuasa.
- Tidak gampang menyerah. Juga peduli satu sama lain dalam menghadapi keadaan sulit.
Tabah! Pedagang makanan yang memiliki ketabahan, kendati bahan baku mengalami kenaikan, sementara harga jual tetap. Mengurangi takaran dalam rangka menyiasati situasi sulit dengan caranya sendiri.
Kata orang-orang pandai, mereka memiliki daya lenting. Mampu beradaptasi dengan situasi sulit. Resiliensi.
Maka, tidak ada ruginya apabila ketika bertemu dengan pedagang makanan semacam itu, kita mengutamakan membeli barang dijajakannya. Berapa pun jumlahnya adalah rezeki bagi mereka.
***
Catatan: artikel ini bukan generalisasi, tapi kesimpulan terkait dengan penjual mi dan bubur ayam tersebut di atas saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H