Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Dari Gang Mortir Membangun Customer Base

18 September 2022   06:07 Diperbarui: 18 September 2022   22:00 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hidangan di meja menempel tembok (dokumen pribadi)

Saat blusukan --bukan untuk kampanye---menyusuri gang berbeda dengan biasanya, sepintas tampak sebuah warung menjual aneka makanan menyelip di antara dua dinding. Benar-benar harus menolehkan kepala bila ingin melihatnya.

Tidak seperti tempat penjualan makanan pada umumnya, kedai itu tidak menyediakan cukup fasilitas untuk makan di tempat. Tidak ada meja untuk bersantap. Bangku tersedia sepertinya hanya untuk kursi tunggu.

Seorang wanita sedang berbelanja sayur dan lauk matang. Sementara pria yang saya duga suaminya menunggu di motor. Setelah membayar makanan dibungkus, mereka pergi meninggalkan asap.

Saya tidak jadi makan di tempat, tetapi membungkus beberapa masakan. Sayur asem, urap, 2 pepes tahu, kentang goreng, 4 perkedel, tempe orek, tumis pare teri, masing-masing dibungkus dengan harga 5 ribuan. Sedangkan pepes ayam dan tempe bacem saya lupa berapa harganya. Pokoknya semua tidak sampai menghabiskan uang Rp 50 ribu.

Aneka masakan berjejer di kursi panjang (dokumen pribadi)
Aneka masakan berjejer di kursi panjang (dokumen pribadi)

Yang membuat saya mengernyitkan dahi, terdapat lebih dari 20 macam masakan matang. Ada etalase kaca dengan beragam lauk-pauk di dalamnya. Juga ada masakan sayur berjejer di kursi kayu panjang. Hidangan lainnya terletak di meja menempel di tembok berwarna hijau. 

Hidangan di meja menempel tembok (dokumen pribadi)
Hidangan di meja menempel tembok (dokumen pribadi)

Produk tersedia beragam dan berjumlah cukup banyak. Terlalu banyak untuk sebuah warung menyempil di dalam gang. Bahkan ada gulai daging sapi yang biasanya tidak tersedia di warung nasi dalam gang.

Demikian juga, takada papan nama, baik di warung maupun petunjuk di mulut gang menghadap ke jalan utama.

Pun tiada satu penanda yang dapat menunjukkan bahwa ia menggunakan teknologi digital. Tempat penjualan makanan, yang berada di dalam gang dan menggunakan aplikasi, biasanya menyediakan beberapa penunjuk arah untuk memandu ojek online. Ini tidak.

Warga sekitar barangkali sesekali saja membeli lauk matang, ketika malas memasak atau saat menyuguhkan makan berat kepada tamu.

Jadi siapa pembeli atau pelanggan setia yang telah dengan sengaja datang ke gang sempit itu?

Pertama, warga sekitar seperti yang telah disebutkan di atas, meskipun bukanlah tipikal pembeli utama. Mereka akan lebih suka memasak sendiri. Lebih irit. Lebih banyak. Sesuai selera.

Kedua, pelanggan di luar tetangga yang sengaja datang untuk membeli lauk-pauk dan sayur matang. Di antaranya, ibu rumah tangga yang telah berlangganan sejak lama, penghuni kontrakan dan kos-kosan yang mencari makanan enak dengan harga murah, dan pegawai kantor di jalan besar (berjarak sekitar+/- 500 meter).

Pembeli semacam itu adalah pelanggan lama dan mereka yang mengetahui keberadaan warung dari mulut ke mulut.

Satu lagi tipikal pembelinya, meski bisa dihitung dengan jari, adalah pejalan kaki yang tidak punya tujuan seperti saya.

Seraya membungkus makanan, Bu Ipah berkisah. Pencapaian sekarang berkat perjuangan dalam waktu 17 tahun.

Selama itu pula ia mengalami jatuh bangun. Kesulitan dalam permodalan. Pembeli sepi. Hantaman situasi ekonomi makro, kendati ia tidak mengerti bagaimana terjadinya. Dan banyak hal yang dikeluhkan oleh mereka yang kurang tabah.

Betul. Tabah!

Ketabahan sebangun dengan kesabaran, ketahanan, daya tahan, keuletan, dan segala hal yang menggambarkan keteguhan menjalankan usaha, meskipun diterpa gelombang perubahan. Pancaroba iklim usaha yang membuat sebagian orang mengeluh dan berontak terhadap keadaan. Juga menangis.

Bu Ipah belasan tahun bekerja keras menekuni usaha warung makanan. Secara alami ia memahami bahwa fundamental dalam penjualan adalah pembeli. Berkomunikasi dan berhubungan baik dengan pembeli sehingga sedikit banyak ia memahami perilaku pelanggan. Melalui mana Bu Ipah telah memiliki customer base.

Gampangnya, basis pelanggan merupakan kumpulan berbagai pembeli loyal yang berulang kali membeli produk warung di gang mortir itu. Pelanggan yang nyata-nyata ada.

Bukan pelanggan idealistis dibayangkan dalam penghitungan target market untuk menyusun proyeksi keuangan.

Maka dari itu, customer base umumnya diisi oleh pelanggan loyal, yaitu mereka yang senantiasa konsisten membeli produk. Hanya sedikit alasan kuat sehingga mereka beralih, misalnya karena pindah ke lain daerah.

Namun demikian, tidak boleh disepelekan juga pelanggan biasa yang satu dua kali membeli. Bisa saja mereka kembali lagi, meski dalam jangka waktu lama.

Warung makanan yang terpencil di dalam gang mortir memiliki customer base kuat yang dibangun selama belasan tahun. Tanpa menggunakan tekhnologi aplikasi, ia melayani penjualan dengan cara take away --membeli makanan untuk dibawa pulang.

Pembicaraan dan pengamatan selintas pagi itu memberikan pelajaran bahwa, warung makanan di dalam gang mortir itu mestinya memiliki customer base melalui:

  • Pengalaman konsisten berusaha penuh keuletan selama 17 tahun. Tanpa putus asa. Tanpa mengeluh dengan keadaan. Terus bekerja keras.
  • Penyajian produk berkualitas dengan harga wajar dan services komunikatif. Soal produk saya telah membuktikan, di rumah lahap menyantap makanan yang tadi dibungkus. Jempolan!

Menurut hemat saya, hal-hal di atas membuat usaha kuliner yang tidak berada di lokasi strategis tersebut tetap langgeng. Dengan produk beragam, segar, dan dalam jumlah banyak untuk warung dalam gang yang mestinya habis pada hari itu juga.

Moga-moga kita bisa belajar dari pelaku usaha kecil itu, Bu Ipah tekun membangun costumer base dari gang mortir agar penjualannya laris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun