Gampangnya, basis pelanggan merupakan kumpulan berbagai pembeli loyal yang berulang kali membeli produk warung di gang mortir itu. Pelanggan yang nyata-nyata ada.
Bukan pelanggan idealistis dibayangkan dalam penghitungan target market untuk menyusun proyeksi keuangan.
Maka dari itu, customer base umumnya diisi oleh pelanggan loyal, yaitu mereka yang senantiasa konsisten membeli produk. Hanya sedikit alasan kuat sehingga mereka beralih, misalnya karena pindah ke lain daerah.
Namun demikian, tidak boleh disepelekan juga pelanggan biasa yang satu dua kali membeli. Bisa saja mereka kembali lagi, meski dalam jangka waktu lama.
Warung makanan yang terpencil di dalam gang mortir memiliki customer base kuat yang dibangun selama belasan tahun. Tanpa menggunakan tekhnologi aplikasi, ia melayani penjualan dengan cara take away --membeli makanan untuk dibawa pulang.
Pembicaraan dan pengamatan selintas pagi itu memberikan pelajaran bahwa, warung makanan di dalam gang mortir itu mestinya memiliki customer base melalui:
- Pengalaman konsisten berusaha penuh keuletan selama 17 tahun. Tanpa putus asa. Tanpa mengeluh dengan keadaan. Terus bekerja keras.
- Penyajian produk berkualitas dengan harga wajar dan services komunikatif. Soal produk saya telah membuktikan, di rumah lahap menyantap makanan yang tadi dibungkus. Jempolan!
Menurut hemat saya, hal-hal di atas membuat usaha kuliner yang tidak berada di lokasi strategis tersebut tetap langgeng. Dengan produk beragam, segar, dan dalam jumlah banyak untuk warung dalam gang yang mestinya habis pada hari itu juga.
Moga-moga kita bisa belajar dari pelaku usaha kecil itu, Bu Ipah tekun membangun costumer base dari gang mortir agar penjualannya laris.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H