Lagi pula, semua aparat polisi dilatih agar berkemampuan fisik mumpuni. Juga diasah keterampilan bela diri. Dengan itu, ia dapat menumbangkan orang biasa tanpa kesulitan berarti.
Tidak ada alasan cukup untuk melengkapi mereka dengan senjata api berpeluru logam.
Masyarakat menyambut gembira. Meski investigasi kasus polisi atasan tembak polisi bawahan belum kelar-kelar (sampai bosan membaca opini-opini tidak jelas mengenai kisah bak sinetron tersebut), peristiwa saling tembak di kesatuan pengamanan warga sipil itu sirna.
Tidak ada lagi kasus polisi tembak polisi. Tidak ada lagi berita tentang penembakan terhadap penjahat kambuhan yang seolah-olah kabur dari penangkapan. Yang jelas, tidak ada lagi skenario asal-asalan yang dibuat untuk menutup-nutupi kejadian sebenarnya.
Tenang. Aman. Tidak ada gejolak yang laris untuk menjadi berita viral.
***
Pada satu tempat paling tersembunyi di dalam hutan paling lebat di negara itu, sekelompok barisan sakit hati, seusai berlatih bela diri, menajamkan peralatan.
Perkakas terdiri dari: pisau dapur diperkuat yang kemudian diasah sampai mengkilap; golok berujung runcing terbuat dari per mobil; tiruan keris dengan pinggiran bergerigi, sehingga saat menembus lambung lawan begitu ditarik isi perut ikut keluar; tombak bambu atau kayu panjang, pada ujungnya terikat kuat dengan tali rotan sebuah baja pipih yang runcing dan tajam; serta benda-benda yang mampu merunjam dan menikam musuh dengan saksama.
Sebagian kecil dengan menggunakan gergaji besi, alat bor, mesin las, dan ampelas merakit senapan yang berfungsi melontarkan peledak bersumbu. Bungkusan dibuat cukup besar, sehingga ketika meledak: "blaaar...!!!" Tubuh lawan akan terbang ke angkasa serupa daging cincang.
Jumlah gerombolan itu mungkin lebih dari seratus ribu. Terdiri dari mantan penjahat kambuhan, baik yang kakinya sudah sembuh ataupun yang tidak sempat tertembak peluru polisi, bersatu padu.
Mereka adalah penjahat jempolan dengan umumnya hendak membalaskan dendam kesumat sampai ubun-ubun kepada para polisi.Â