Harapan sang pria bangkit. Tampak pertukaran uang yang demikian besar. Benaknya menggambar beras berikut lauk bagi keluarga. Tak lama lagi.
Ia menghampiri. Membunyikan suara rendah sedikit serak membangkitkan iba. Jari-jari tangan dekil menjepit bibir kaleng sarden, mendekati tubuh-tubuh subur nan wangi.
Sebagian memandang selayaknya barang menjijikkan. Lebih dari separo memusatkan perhatian kepada durian terhampar.
Tak putus asa, sang pria terus menerus mengiba hingga intonasi kian mengambang kian sumbang. Ibu-ibu dan bapak-bapak tetap tak hirau. Terpukau dengan durian melimpah.
Pada suatu saat yang sangat singkat sang pria menghitung peluang menggoda. Nalar menyodorkan gagasan agar mengambil kesempatan yang tidak akan pernah datang lagi. Naluri menasihati supaya perbuatan terlarang itu tidak dilakukan.
Perbalahan demi perbalahan membuatnya bimbang. Terombang-ambing di antara dua kutub berlawanan. Dalam kegamangan tanpa pertimbangan, sang pria bergerak cepat. Charles and Keith warna mint green berpindah dari tas bahu menganga ke dalam karung.
Sang pria segera menyingkir. Dua tiga langkah menjauh. Satu teriakan histeris menggema sontak mendorongnya mengambil langkah seribu.
Pergi secepatnya sampai sebuah jurus guntingan menghentikan langkahnya. Terjerembap. Diikuti oleh belasan, atau puluhan, kepalan dan tendangan menghantam tubuh kurus. Suara serak minta ampun tenggelam ditelan pekik garang gelap mata.
Dalam lelah yang sangat, berputar nukilan wajah riang anak istrinya. Menunggu menu sehat: nasi baru, ikan paling murah, dan sayuran segar. Seperti janjinya tadi malam.
Sesaat kemudian tenaga-tenaga beringas melempar. Satu, dua, tiga, durian jatuh menghantam kepala, hidung, muka.
Langit memerah.