Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pungli kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah

1 September 2022   20:35 Diperbarui: 1 September 2022   20:40 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perhitungan penerimaan BSPS (dokumen pribadi)

"Jumlah bantuan diterima dari pemerintah nyatanya tidak utuh," ujar pemilik rumah yang juga berprofesi sebagai pengojek daring itu.

Satu pagi saya menapaki gang hendak membeli pepes oncom. Tutup. Tidak berjualan. Rumah sederhana tempat kedai nasi itu sedang direnovasi. Rupanya ia lagi banyak duit.

Bukan! Ternyata pemilik rumah mendapat dana pemugaran agar tempat tinggalnya menjadi layak huni. Bantuan tersebut merupakan program prioritas dari pemerintah.

Biaya "bedah rumah" tersebut adalah Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS).

Pemberian BSPS adalah demi meningkatkan kualitas hunian, dalam hal: kondisi bangunan, sanitasi, air bersih, dan kecukupan ruang gerak minimum penghuni. Bantuan juga diperuntukkan bagi pembangunan rumah baru pengganti tempat tinggal yang rusak total.

Penerimanya adalah masyarakat berpenghasilan rendah yang tinggal di satu-satunya rumah tidak layak huni itu. (Selengkapnya dapat dibaca di sini).

Dengan bantuan di atas, pemerintah merangsang masyarakat berpenghasilan rendah agar berswadaya membangun rumah lebih layak huni. 

Sedikit banyak menginisiasi pembangunan dengan cara bergotong royong, selain berpengaruh pada keuntungan ekonomi kepada masyarakat sekitar. Para pekerja terlibat umumnya merupakan warga setempat.

Baca juga: Pemandu Putih

Masyarakat yang memenuhi syarat akan menerima bantuan berupa barang dan uang, besarnya ditentukan sesuai wilayah masing-masing.

Maka, pemilik rumah tersebut di atas memperoleh total bantuan senilai Rp 20 juta, terdiri dari Rp 17,5 juta berwujud material dan Rp 2,5 juta berupa uang untuk upah pekerja. Menurut peraturan sih mestinya begitu.

"Jumlah bantuan diterima dari pemerintah nyatanya tidak utuh," ujar pemilik rumah yang juga berprofesi sebagai pengojek daring itu.

Saat itu saya tidak mengerti apa yang dimaksud. Baru paham setelah berjumpa lagi beberapa hari kemudian.

Ia menerangkan bahwa uang diterima dipotong senilai Rp 500 ribu untuk biaya pengurusan. Lalu dikutip Rp 100 ribu untuk biaya administrasi. Sedangkan bantuan berupa material bangunan jumlahnya susut sekitar 30 persen.

Dari total bantuan pemerintah senilai Rp 20 juta ia menerima bersih:

  • Uang tunai 1,9 juta.
  • Material bangunan senilai Rp 12,250 juta.

Alhasil penerima BSPS yang saya jumpai itu hanya mendapat Rp 14,150 saja dari seharusnya Rp 20 juta. Terdapat potongan nyaris sepertiga bagian.

Ilustrasi perhitungan penerimaan BSPS (dokumen pribadi)
Ilustrasi perhitungan penerimaan BSPS (dokumen pribadi)

Sayangnya saya tidak berhasil memperoleh keterangan, siapa yang telah lancang mengutip uang dari penerima BSPS. Patut diduga, potongan tersebut bersifat tidak resmi. Mengingat saya tidak menemukan ketentuan sah mengenai adanya potongan dalam BSPS.

Bahkan BSPS tidak dipungut pajak, sebagaimana halnya dengan pekerjaan konstruksi pada umumnya.

Ada kesan, pria yang sedang menunggu orderan itu enggan mengungkapkan siapa pihak pemotong.

Tega sekali pihak --atau siapa pun itu -- yang telah memungut biaya dan memotong nilai barang Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya.

BSPS adalah sebuah program prioritas dari pemerintah untuk mewujudkan rumah layak huni bagi rakyat. Geliatnya juga dapat menggerakkan perekonomian di tingkat bawah.

Sepertinya pungutan liar telah melembaga sampai ke masyarakat berpenghasilan rendah. Pungli adalah perbuatan dilarang dan memiliki konsekuensi hukum, kalau ketahuan serta ada yang melaporkan.

Meskipun demikian, sebagian masyarakat bersikap kompromistis terhadap pungli. Terpenting urusan lancar. Sosialisasi bahwa pungli itu tidak diperbolehkan agaknya sudah kabur.

Dalam pengurusannya, warga "memaklumi" bahwa ada semacam potongan atas uang diperoleh. Bila tidak, bisa jadi ia akan dipersulit untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah. Bahkan harapan memperoleh BSPS bisa pupus.

Logika sederhananya, lebih baik uang dipotong daripada tidak mendapatkan bantuan.

Jadi, pada kasus di atas terjadi pungli yang tidak seharusnya terhadap masyarakat berpenghasilan rendah. Ia tidak berdaya menghadapi "tekanan-tekanan" merugikan atas hak diperoleh.

Moga-moga cuma ada satu kasus pungli terhadap BSPS. Cukup menimpa penerima di atas saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun