Apes dah! Omzet lagi bagus-bagusnya, warung kopi dan jajanan terpaksa harus ditutup. Padahal tinggal menunggu balik modal. Harus bagaimana lagi?
Maka pada bulan terakhir berdagang, saya menjual produk dengan harga modal. Tidak menarik keuntungan sama sekali. Supaya barang persediaan segera habis, juga sebagai bentuk "perpisahan" dengan pelanggan.
Singkat cerita, saya meninggalkan warung dan pegawai dialihkan kepada kegiatan lain. Saya berpikir jernih, pasrah kepada keadaan dan fokus ke pengembangan pekerjaan utama, yaitu bisnis konstruksi atau pemborongan pekerjaan dari Pemda.
Satu ketika melalui depan mantan warung. Atau warung mantan? Belum berubah bentuk. Bahkan di bagian depan dipajang aneka kopi saset dan penganan dalam kemasan. Sepintas terlihat bungkus mi instan aneka rupa.
Oalah, rupanya masih difungsikan sebagai warung kopi dan jajanan.
Apakah pengelolanya pemilik kontrakan sendiri atau penyewa, saya tidak berusaha mencari informasi. Yang pasti, pemilik kontrakan telah berbohong kepada saya. Kalau bermaksud menaikkan harga sewa, ya tinggal bilang kepada saya. Sesederhana itu.
Tak mengapa. Saya memiliki kesibukan sendiri.
Sekian waktu kemudian saya melewati jalan depan warung. Sepi!
Tiada barang apa pun dipajang. Jendela lebar yang bisa dibuka ke atas tertutup rapat. Warung tutup. Tiap melalui jalan itu warung tidak pernah buka lagi untuk waktu yang entah.
Bisa jadi pemilik kontrakan ingin meniru kisah keberhasilan sebelumnya. Dengan menduplikasi usaha yang pernah saya jalankan. Dengan produk sama. Di tempat sama. Meniru langkah dan strategi yang sama.
Tidak berhasil. Kendati sifatnya sama, saya percaya bahwa tiap usaha memiliki cara penanganan unik, baik dari produk hingga pelayanan.