Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Beli Pisang Goreng Bonus Nasi Sayur dan Peyek

12 Agustus 2022   05:59 Diperbarui: 12 Agustus 2022   06:01 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Taklama kemudian, pemilik warung menemui saya seraya membawa sepiring nasi, sebungkus rempeyek, dan semangkuk tumis daun labu. Menyusul, sambal dadak.

Padahal awalnya hanya membeli sepotong pisang goreng sambil beristirahat. 

Bagaimana ceritanya?

***

Kemarin. Hari Kamis pagi. Usai mengambil obat, pulang berjalan kaki. Hanya perlu setengah jam sampai rumah, bila tidak menyimpang.

Melalui depan Balaikota, tampak pasukan Pramuka mengadakan upacara. Rupanya pelepasan kontingen dari Kota Bogor oleh Bima Arya sebagai pembina Pramuka, untuk mengikuti Jambore Nasional. Saya menonton sebentar.

Kontingen Pramuka di balaikota (dokumen pribadi)
Kontingen Pramuka di balaikota (dokumen pribadi)

Selanjutnya menembus halaman kantor Samsat menuju apotek. Menebus resep obat dan vitamin yang tidak ditanggung oleh BPJS.

Baca juga: Beli Mobil Baru

Matahari mulai meninggi. Ketika hendak mampir di lapak kelapa muda langganan, ternyata sang penjual libur. Belum ada minat pindah ke kedai lainnya.

Jarak ke rumah sudah tidak jauh lagi. Demi menghindari sengatan sang surya, saya menyusuri gang. Terlindungi dari sinar matahari dan memang berniat untuk beristirahat di sebuah warung langganan.

Warung Bu Miskem yang adem. Dengan merek dagang "Mbak I" ia menjual gado-gado, ketoprak, lontong sayur, ketupat bumbu, dan aneka gorengan. Hampir tiap pekan, saya menyambangi.

Hanya sesekali saja makan gado-gado, ketoprak, atau ketupat bumbu. Seringnya jajan buras, ubi rebus, atau singkong goreng. Itu pun tidak lebih dari Rp5000.

Kenapa tidak tiap hari? 

Begini. Sambil olahraga jalan kaki, mampir jajan di warung-warung kecil dalam gang. Mungkin dengan membeli sedikit mereka bisa "ikut makan" atau membiayai keperluan lain.

Dengan membelanjakan sedikit uang, berharap dapat melancarkan peredaran usaha warung kecil. Begitu cerita kerennya.

Beristirahat di warung Bu Miskem menyenangkan. Teduh. Resik, meski berada di halaman rumah sederhana. Dan pemiliknya ramah, doyan berbincang. Dalam beberapa kali kesempatan, saya juga menulis sketsa untuk artikel.

Saya singgah, selain beristirahat, sebenarnya juga untuk melunasi utang kurang bayar beberapa hari lalu.

Buras dan penganan rebusan sudah keburu diborong orang. Jadi saya mencomot sepotong pisang goreng. Paling banyak dua potong, karena saya harus mengurangi makan gorengan.

Tercium aroma menggugah selera. Ternyata Bu Miskem sedang menumis daun labu baru dipetik dari halaman. 

Taklama kemudian, pemilik warung menemui saya seraya membawa sepiring nasi, sebungkus rempeyek, dan semangkuk tumis daun labu. Menyusul, sambal dadak.

Sambal dadak (dokumen pribadi)
Sambal dadak (dokumen pribadi)

"Silakan cicipi. Cuman makanan sederhana."

Padahal saya tidak memesannya. Namun demikian, saya menyantap nasi, tumis daun labu, dan rempeyek rebon (udang kecil) sampai habis. Enak. Perut terlalu kenyang untuk menambah bahkan satu potong gorengan lagi.

Usai melepas penat dan rampung menuangkan gagasan, saya bangkit hendak membayar.

"Berapa semuanya? Nasi sayur dan rempeyek, satu pisang goreng, dan kekurangan kemarin seribu rupiah."

"Dua ribu."

"Hah? Terus, makanannya?"

"Bonus untuk langganan. Pak haji sudah berkali-kali berbuat kebaikan."

Bu Miskem menyebut saya "pak haji " padahal sekalipun saya belum berangkat ke tanah suci.

Pemilik warung mengingatkan bahwa beberapa kali saya membayari makanan penjual koran atau penjaja keliling yang sedang beristirahat. Juga memberikan uang receh kepada peminta-minta.

Menurutnya, perbuatan tersebut adalah wujud kebaikan.

Saya melihat, loper koran, penjaja keliling di atas masing-masing hanya mengambil sepotong penganan dan minum segelas air. Sedangkan perjalanan mereka menjajakan dagangan masih sangat berjarak. Entah sampai berapa jauh.

Alasannya itu saja. Tidak ada maksud lebih. Oleh karena itu, saya mendesak agar mereka membawa beberapa gorengan sebagai bekal.

Mosok begitu saja disebut kebaikan? Jauh banget lah yaw!

***

Sudah hampir tengah hari. Saya minta Bu Miskem membungkus dua kerupuk mi, harga Rp5000. Ditambah utang sebelumnya Rp1000 dan satu pisang goreng Rp1000, maka jumlah keseluruhan pembayaran menjadi Rp7000.

Jadi, hari itu saya belajar tentang kebaikan dari pemilik warung. Kebaikan tanpa hitung-hitungan.

Awalnya membeli satu potong pisang goreng dan minum segelas air sambil beristirahat. Memperoleh "bonus" nasi, tumis sayur, dan rempeyek semata-mata berkat kebaikan Bu Miskem.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun