Pria yang semakin kurus, tampak kian meninggi, duduk di pokok pohon patah. Menarik napas lega. Ia berhasil menghindar dari kejaran banyak pihak dan upaya pencarian semua media.
Tempat tepi paling sepi dari sisi bumi yang paling sunyi. Tiada lagi hal yang membuatnya takut. Bahkan jika gendruwo, kuntilanak, hantu paling mengerikan datang menghampiri, tidak bakal mendirikan bulu kuduknya.
Tiba-tiba bayangan berbaju putih kusut dengan sayap patah berkelebat. Pria tinggi kurus bersiap-siaga.
Cahaya bulan yang samar menerangi sepotong wajah murung. Dari kulit mulus yang pualam terdengar helaan napas, "boleh duduk di sampingmu?"
Pria tinggi kurus tercengang, lalu mengangguk. Gadis bergaun putih dengan sayap-sayap patah, sekali lagi, menarik napas dalam-dalam dan berkata lirih.
"Sepertinya kita senasib. Oh ya, Kalau boleh tahu, siapa nama kamu?"
Pria kurus menyambut tangan halus, "namaku Nurah....... Nurah Ukisam. Awas, jangan dibalik!"
Tangan mulus gadis bergaun putih dengan sayap-sayap patah menggenggam erat, "aku, Dewi. Lengkapnya..... Dewi Keadilan."
Kehangatan perlahan mengalir di antara mereka. Mencairkan beku pada malam paling sendu. Di tempat tepi paling sepi dari sisi bumi yang paling sunyi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H