Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menepi di Ruang Paling Sunyi

18 Juli 2022   05:57 Diperbarui: 18 Juli 2022   06:02 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menepi di ruang paling sepi oleh maraisea dari pixabay.com

Pria yang semakin kurus, tampak kian meninggi, duduk di pokok pohon patah. Menarik napas lega. Ia berhasil menghindar dari kejaran banyak pihak dan upaya pencarian semua media.

Tempat tepi paling sepi dari sisi bumi yang paling sunyi. Tiada lagi hal yang membuatnya takut. Bahkan jika gendruwo, kuntilanak, hantu paling mengerikan datang menghampiri, tidak bakal mendirikan bulu kuduknya.

Tiba-tiba bayangan berbaju putih kusut dengan sayap patah berkelebat. Pria tinggi kurus bersiap-siaga.

Cahaya bulan yang samar menerangi sepotong wajah murung. Dari kulit mulus yang pualam terdengar helaan napas, "boleh duduk di sampingmu?"

Pria tinggi kurus tercengang, lalu mengangguk. Gadis bergaun putih dengan sayap-sayap patah, sekali lagi, menarik napas dalam-dalam dan berkata lirih.

Gadis bergaun putih oleh Chuotanhls dari pixabay.com
Gadis bergaun putih oleh Chuotanhls dari pixabay.com
"Sepertinya kita senasib. Oh ya, Kalau boleh tahu, siapa nama kamu?"

Pria kurus menyambut tangan halus, "namaku Nurah....... Nurah Ukisam. Awas, jangan dibalik!"

Tangan mulus gadis bergaun putih dengan sayap-sayap patah menggenggam erat, "aku, Dewi. Lengkapnya..... Dewi Keadilan."

Kehangatan perlahan mengalir di antara mereka. Mencairkan beku pada malam paling sendu. Di tempat tepi paling sepi dari sisi bumi yang paling sunyi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun