Ketika berjumpa, lelaki perlente menjabat erat tanganku dengan kedua tangannya. Wajahnya menggambarkan kegembiraan. Kami bercakap-cakap sebentar saling bertanya kabar, sebelum menuju meja teller.
Kertas persegi ditukar dengan tumpukan uang yang akan digunakan sebagai modal awal lagi di bisnis landromart berikutnya. Di tempat berbeda.
Setelah memasukkan uang ke dalam tas ransel, lelaki berkacamata hitam itu menyerahkan amplop tebal berwarna cokelat.
"Ini untuk kamu. Cukupkah?"
Aku berseri-seri, ingin segera pulang menemui istriku.
Kendati kelak aku tidak pernah membayangkan, sekalipun dalam mimpi, betapa banyak pria berseragam serba hitam mengurung rumah.
Sebagian menerjang, menendang garang. Â Sisanya berjaga-jaga dengan waspada. Terlalu waspada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H