Undang-Undang merumuskan 30 jenis korupsi, termasuk memberi hadiah kepada pegawai negeri. Juga pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya. Tiga puluh jenis korupsi itu dikelompokkan menjadi 7 tindak pidana korupsi, di antaranya gratifikasi. (Selengkapnya dapat dibaca di kpk.go.id)
Jadi selama itu pula saya turut serta melestarikan tindak pidana korupsi. Menganggap lumrah memberikan hadiah kepada guru wali kelas yang merupakan pegawai negeri.
Coba beliau-beliau bukan guru anak saya? Belum tentu saya mau memberikan gratifikasi.
Gratifikasi sendiri mencakup pemberian berupa uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan gratis, dan fasilitas sejenis lainnya. Kecuali penerima melaporkannya kepada KPK (sumber).
Apakah ada batasan jumlah? Tidak disebutkan tentang batas nilai gratifikasi yang harus dilaporkan.
Namun tentu saja ada gratifikasi yang tidak perlu dilaporkan kepada KPK, misalnya: menerima dari keluarga yang memiliki pertalian darah, asalkan tidak ada benturan kepentingan; hadiah dalam penyelenggaraan pesta pernikahan atau semacamnya; pemberian terkait dengan musibah yang menimpa penerima; dan sebagainya. (Selengkapnya di kompas.com)
Akhirul Kata
Merupakan hal lumrah memberikan kenang-kenangan kepada guru wali kelas setelah pembagian rapor. Kelaziman yang umumnya berlaku sebagai ucapan terima kasih orang tua kepada pendidik.
Tapi siapa sangka?Â
Ternyata hadiah untuk guru yang pegawai negeri terhitung sebagai tindak pidana korupsi. Juga bagi guru pegawai negeri selaku penerima, dianggap terlibat dalam pasal gratifikasi.
Perbuatan korupsi tersebut secara tidak disadari telah melembaga di lingkungan pendidikan. Tempat di mana generasi penerus menyerap pelajaran diberikan. Pun teladan yang diperlihatkan oleh para orang tua dan guru.