Ia masih berada di kelompok umur menghasilkan, tapi tidak bekerja. Ia bersama suaminya menghadapi persoalan sama dengan generasi usia produktif: biaya hidup meningkat, gap kaya miskin, usaha kembang kempis, memikul beban sandwich generation, kekurangan uang, dan sebagainya.
Usaha berjualan menu sarapan diharapkan dapat menjadi katup penyelamat. Akan tetapi sering kali klep itu mengatup, tidak mampu mengeluarkan tekanan asap dari kepalanya.
"Tidak ingin kaya?"
Wanita muda itu menghela napas, menjawab bahwa semua orang pasti ingin kaya. Keadaan yang membuatnya tertahan oleh kesulitan finansial. Paling penting, pendapatan suami dan hasil dari berjualan cukup untuk menghidupi keluarga. Itu saja.
Saya membayar semangkuk lontong sayur dan dua potong tempe goreng sebanyak Rp 7.500, sambil melempar senyum trenyuh kepada putra batitanya yang mengedot botol berisi air bening.
Jadi, jangan mengeluh karena tidak mampu memetik kekayaan seperti pesohor tajir melintir. Usia produktif merupakan kesempatan emas bekerja optimal, dengan cara-cara sah, untuk memperoleh penghasilan cukup. Bukan kaya.
Kaya adalah wilayah tanpa tepi. Batasnya adalah nafsu belaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H