Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kepo Separuh, Buah Kepel Dibilang Sawo

8 Juni 2022   06:01 Diperbarui: 8 Juni 2022   06:29 1031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pohon Kepel dan papan informasi (dokumen pribadi)

Rombongan ibu-ibu berjalan kaki menuju majelis pengajian di sebuah masjid. Melihat buah bergerombol pada batang pohon, serentak berseru heboh, "buah apa ya?"

Seseorang dari kumpulan itu menjawab dengan suara keras dan meyakinkan, "itu buah sawo. Ya benar, sawo!"

Lain waktu, bapak-bapak berbaju kaos bercelana pendek berlari kecil --mungkin dalam rangka mengecilkan perut---saling bertanya. "Baru lihat. Buah apa ya?"

Seseorang yang mengepalai kumpulan itu menukas, "buah sawo."

Belum lama, seorang pria dewasa yang kerap melintas bertanya: itu pohon sawo ya! Saya hanya bisa tepuk jidat. Capek deh.

Jangan khawatir, masih banyak kisah senada. Apalagi Anda nongkrong sambil ngopi bersama saya di dekat pohon langka itu. Ada saja orang yang kepo.

Sebaliknya, saya mengamati, anak-anak berseragam berhenti untuk membaca keterangan yang dipasang di dekat pohon berbuah lebat itu. Sebagian membaca dalam hati, sisanya mengeja keras-keras.

Ternyata ada perbedaan pemaknaan terhadap objek serupa dari generasi berbeda, akibat cara melampiaskan kepo yang tidak sama. Benarkah demikian? Kita lihat dengan membatasi bahasan pada pihak-pihak tersebut di atas. Bukan orang lain secara general.

Kepo

Sebagian dari kita meyakini bahwa kata ini merupakan serapan dari bahasa Hokkian. Kay Poh atau Kaypo, berarti rasa ingin tahu terhadap orang lain. Menafikan anggapan bahwa ia merupakan akronim dari Knowing Every Particular Object.

Lupakan sejenak perbincangan itu. KBBI daring mengartikannya sebagai: "rasa ingin tahu yang berlebihan tentang kepentingan atau urusan orang lain" (kbbi.kemendikbud.go.id).

Tangkap layar
Tangkap layar "kepo" KBBI daring (dokumen pribadi)

Ah, ternyata kata yang kerap digunakan dalam percakapan itu menunjuk kepada kepentingan atau kegiatan orang lain. Bukan kepada benda.

Namun khusus untuk keperluan artikel ini, istilah "kepo" saya pinjam demi menerangkan keinginan tahu seseorang tentang hal yang baru dilihat atau menarik perhatiannya. Sekali ini saja.

Keppel

Pohon Kepel (Stelechocarpus burahol) --disebut juga: Burahol, Cindul, Simpol, Turalak---tumbuh di halaman rumah sejak tahun 1990-an. Saya lupa mulai kapan tanaman berbatang lurus ini berbuah lebat. Lebih banyak daripada pohon Kepel di halaman dalam Istana Bogor. 

Uniknya, buah-buah bergerombol pada pokok pohon. Dari bawah ke atas sampai bagian tengah. Tanaman mengerucut setinggi dua puluh lima meter itu, dan buahnya yang dipercaya memiliki segudang khasiat, sontak menarik perhatian. Bahkan Google menjadikannya sebagai penanda daerah.

Maka tidak sedikit orang menanyakan: nama buah, rasa, dan kegunaannya. Memasang keterangan tentang pohon Kepel adalah upaya untuk menjawab pertanyaan serupa, yang disampaikan oleh berbagai kalangan.

Satu ketika saya meletakkan spanduk flexy yang memuat penjelasan lengkap dengan huruf besar. Raib! Lenyap bukan karena sering dibaca, tetapi sebab dicabut sebagai payung ketika air mulai berjatuhan dari langit. Memasang keterangan di pelat dan tonggak besi, juga hilang disambar entah siapa.

Lha wong duit rakyat saja diembat para pejabat. Buktinya: tokoh-tokoh yang tertangkap tangan atau dibui karena korupsi. Eh, gak nyambung ya?

Akhirnya saya merekatkan keterangan tercetak di atas kertas pada papan dan tonggak kayu. Aman sampai saat ini.

Isi keterangan lumayan lengkap, terdiri dari: nama berikut sebutan ilmiah dan alias, kegunaan dan khasiat, serta daerah-daerah tempat tumbuh.

Papan informasi tentang pohon Kepel (dokumen pribadi)
Papan informasi tentang pohon Kepel (dokumen pribadi)

Meskipun demikian, masih ada saja orang-orang yang malas membaca keterangan. Membuat pernyataan cepat yang meyakinkan bahwa itu buah sawo.

Warna kecokelatan mirip sawo. Ukurannya sedikit lebih besar. Bentuk bulat sempurna. Kesimpulan asal-asalan: Kepel adalah Sawo. Keliru!

Menarik kata putus berdasarkan kemiripan fisik dua benda saja. Tanpa membaca. Tanpa sekalipun menjajal rasa buah Kepel.

Padahal di halaman rumah seberang terdapat pohon sawo. Buahnya yang bulat dan cokelat menggantung di antara ranting-ranting dalam dedaunan rimbun. Rasanya sangat manis. Kentara perbedaannya dengan buah Kepel.

Artinya, orang-orang itu memiliki rasa ingin tahu yang kuat. Bagus, tapi tanggung. Tidak dilanjutkan dengan membaca keterangan yang tersedia. Atau mencoba rasanya. Kepo yang setengah-setengah.

Berbeda dengan perilaku anak-anak yang menuntaskan rasa ingin tahu dengan membaca keterangan sampai selesai.

Barangkali orang-orang dewasa dalam kisah di atas sedemikian beku isi kepalanya, sehingga enggan membaca. Mungkin.

Sedangkan anak-anak dalam contoh di atas, memiliki kemampuan menyerap tatanan baru yang masih berkembang. Memuaskan rasa ingin tahu dengan membaca keterangan.

Moga-moga fenomena di atas hanya menimpa warga tertentu dalam contoh di atas. Bukan generalisasi. Tidak meluas dan menjadi gejala umum, yaitu: masyarakat yang enggan memelihara kebiasaan membaca, lalu keliru menarik kesimpulan tentang satu perkara. Keminter pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun