“Tak mengapa menjadi istri kedua,” kilat mata bahagia berkelebat menusuk jantung. Pria di hadapannya menyemburkan cairan pahit baru ditelan.
Seketika bayu bertiup. Daun-daun melayang pasrah. Menyerah kepada pelukan tanah yang merindukannya sebagai penyubur. Juga penghancur.
“Apa katamu?”
Wanita menawan menaikkan alis. Bibir tipis membentuk bulan sabit. Pria tampan senantiasa memimpikan membasahi bibir belah berwarna kemerahan nan menggoda.
“Aku terlalu mencintainya.”
Begitulah. Pria tampan bertemu wanita menawan di satu gazebo menapak awan impian. Terpisah jauh dari bangunan induk.
Tidak sekali ini saja. Berkali-kali, pada perjumpaan-perjumpaan penuh kebahagiaan maupun derai air mata.
Dua puluh empat bulan sabit telah terbit, kala wanita menawan datang bersama mendung. Mencurahkan hujan pada dada bidang. Pria tampan memeluknya dengan kasih tanpa jeda.
Wanita menawan bukan hanya menduga selain dari hanya memastikan bahwa suaminya telah mengkhianati cintanya. Berbagi bahtera kehidupan bersama wanita lain.
Ia memerlukan kecerdikan pria tampan untuk memperoleh bukti-bukti tidak terbantahkan, mengenai hubungan terlarang itu.
Maka, pria tampan tanpa keluh kesah berangkat ke kota kembang mengumpulkan data kuat. Demi menenangkan hati wanita menawan yang telah lama dipuja. Kendati menjadi rahasia hati. Tersimpan di sudut terdalam. Sunyi menyendiri.
Lebaran lalu ia berkunjung ke gazebo. Tidak berkumpul dengan keluarga. Apalagi dengan mantan suami.
Menemui pria tampan yang menghapus segala keluh dan air mata. Dengan kasih tanpa isyarat. Rasa sayang tanpa syarat yang mendamaikan.
Kuncup gati wanita menawan pelan-pelan memekar. Menyiarkan pesona gembira pada wajah ayu berseri-seri. Tertawa bahagia menanggapi lontaran ucap pria tampan yang jenaka.
Itulah kebahagiaan yang selalu didapatkan oleh wanita menawan sejak masih gadis kecil dari pria tampan. Pria yang selalu ada, dalam nestapa maupun bahagia.
Jadi, merupakan ihwal lumrah apabila wanita menawan membawa rasa bahagia tiada tara ke hadapan pria tampan.
Seperti kali ini.
Dalam diamnya, gazebo menyaksikan satu episode dinamika hubungan dua manusia.
“Yakin?”
“Ya, seribu persen yakin!”
“Ingatkah engkau, ketika aku berangkat ke kota kembang?”
“Ingat. Sangat ingat.”
“Betapa hatiku sangat hancur melihat engkau tersakiti oleh tingkah wanita lain.”
“Lain cerita. Kali ini berbeda. Ini kisah tentang cinta sejati.”
Tubuh pria tampan bergetar. Bibir mengatup. Menahan gelegak dari jantung.
Bibir wanita menawan mengecup halus pipi lesu pria tampan.
“Aku berangkat ya. Terima kasih," wanita menawan menyelinap. Menguap menuju kota batik.
Pria tampan menyimpan kembali harap yang terlanjur bertunas ke dalam sudut terdalam. Menguncinya rapat-rapat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H