Berbeda dengan biasanya, kali ini tentang perjalanan meremukkan tulang-belulang. Mengambil waktu lebih dari dua kali lipat pula. Melelahkan.
Bila tidak menganggap sebagai petualangan, bisa jadi di separuh perjalanan ia memutuskan untuk berputar balik.
Biasanya perjalanan dari Ibukota menuju Kota Kembang menelan waktu sekitar dua setengah jam, dengan mengemudi mobil melalui tol Cipularang. Cepat dan tidak begitu makan tenaga, sekalipun menempuh perjalanan tanpa henti.
Berbeda dengan kesempatan kali ini. Rudolfo, mau tidak mau, melintasi ruas konvensional atau jalan raya biasa. Dari rumahnya meluncur ke selatan melewati jalan raya Bogor, dengan sepeda motor sport yang baru dibelinya.
Beristirahat memulihkan tenaga di Gang Aut, menyantap semangkuk soto santan dan dua bungkus nasi putih.
Kemudian melanjutkan petualangan, meliuk-liuk melibas tikungan dan tanjakan. Melampaui Puncak Pas, jalanan mulus menghilir, dengan tikungan naik turun.
Di Cipanas berhenti. Melahap sepuluh tusuk sate Maranggi bersama ketan bakar dicocol sambal oncom.
Seusai makan, meneruskan petualangan menentang angin. Meliuk-liuk lagi membelah Gunung Kapur. Melelahkan, namun menyenangkan.
Maka tibalah di kota Bandung. Sebelum menghampiri hotel yang sudah dipesan, Rudolfo sejenak mampir ke penjual sate langganan di simpang lima.
Meskipun tubuh terasa demikian lelah, Rudolfo menganggap bahwa mengisi perut adalah penting sebelum beristirahat. Malas keluar lagi manakala telah berada di kamar hotel.