Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Soto Daging Kuah Bening dengan Risoles Garing yang Enak

19 Mei 2022   05:59 Diperbarui: 19 Mei 2022   06:01 1228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semangkuk soto daging kuah bening (dokumen pribadi)

Siapa sih yang tidak suka makan soto? Olahan berkuah daging sapi atau ayam itu merupakan satu menu favorit. Rasa gurih kuah hangat menyegarkan membuat penasaran.

Rasa penasaran mengantarkan saya menjajal berbagai macam soto. Terinformasi, terdapat belasan ragam soto dari berbagai wilayah di Indonesia dengan segala variasinya.

Soto Madura, umpamanya, merupakan olahan favorit. Terbuat dari daging sapi (versi lain menggunakan ayam) dengan telur rebus, tauge/kubis dicacah, soun, irisan tipis kentang goreng. Penjual soto Madura mudah ditemui di berbagai kota, setidaknya di Jakarta dan Bogor. Saya pun kerap membuat sendiri untuk menu kesukaan keluarga. Dulu, sewaktu masih sehat.

Dulu juga semasa masih tinggal di Jakarta, sempat mencicipi aneka soto dari berbagai daerah. Jadi tidak perlu jauh-jauh beranjangsana ke kota-kota tersebut, cukup berkeliling di wilayah ibukota saja.

Lokasi terdekat, dan otomatis paling sering dikunjungi, adalah soto Lamongan --kendati pada kain penutupnya tertulis depot soto cabang Gubeng Surabaya---di bilangan Setiabudi SMAN 3. Saya tidak pernah bosan menyantap kuah panas dengan taburan koya, meski harus kuat jantung mendengar gebrakan botol kecap secara tiba-tiba.

Bergeser ke arah timur, di lantai dua Pasar Pramuka terletak Soto Padang yang tersohor kelezatannya. Kuah kaya rempah di dalam mangkuk berisi irisan daging digoreng kering, bihun, dan perkedel. Sambal merahnya membuat rasa soto lebih enak. Soto Padang enak juga dapat dijumpai di daerah Tebet Barat pada malam hari.

Menyusuri Jalan Tendean, melintasi lampu merah, berhenti di Soto Ambengan. Nah ini makanan berkuah khas Surabaya dengan koya melimpah. Agak ke dalam, di sekitar Pasar Santa terdapat warung tenda menjual soto ayam yang terasa gurih di lidah.

Jangan lupa, cicipi keunikan rasa Soto Betawi. Kuahnya bukan memakai santan. Ke dalam racikannya ditambahkan susu, sehingga membuat kuah pada soto ini gurih. Dipadu dengan aroma cengkih dan pala, kelezatannya tidak diragukan lagi. Soto Betawi yang sempat saya coba adalah di daerah Pondok Pinang dan Manggarai.

Lalu ada Coto Makassar di sekitar Lapangan Roos Tebet. Soto Kudus di wilayah Pela, Kebayoran Baru. Apa lagi ya?

Itu aneka soto yang pernah dicoba di Jakarta. Sedangkan soto Bandung, dengan kuah bening diberi potongan lobak dan ditaburi kedelai, saya lahap di Kota Kembang. Demikian pula dengan soto bening di Semarang dan soto (tauto) di Pekalongan. Juga soto Kadipiro Jogjakarta.

Di kota Bogor, pengalaman mencicipi soto juga lumayan. Seperti soto ayam khas Banjar (Kalimantan) di sekitar jalan Pajajaran. Atau Soto Madura di Jalan Sudirman. Juga soto rempah di dekat rumah.

Pastinya, beberapa kali menjajal tiga jenis soto khas Bogor: soto santan (kuning dan putih), soto mie, soto bening.

Pertama makan soto santan pada waktu SMA. Dekat sekolah mangkal tukang soto yang kemudian menjadi langganan. Kuah bersantan dengan pilihan isian: potongan daging sapi, jeroan, ayam, telur dadar, perkedel. Disesuaikan dengan isi kantong.

Soto santan kuning yang tersohor adalah di jalan Suryakencana dan Sukasari (soto salam). Soto sejenis, tapi tanpa kunyit, yang juga saya anggap enak adalah soto Bang Ali di Pejagalan. Dulu, entah sekarang pindah ke mana. Satu lagi soto santan berwarna putih dapat ditemui di jembatan Empang yang buka mulai sore hari.

Pertama mengenal soto mie adalah waktu remaja. Penjaja pikulan tiap sore berkeliling seperti tukang bakso sekarang. Penasaran akan rasanya, saya mencobanya. Kuah yang cenderung merah dituang ke dalam mangkuk berisi mi kuning, potongan risoles dan daging. 

Rasa enaknya terkenang sampai kini. Makanya saya agak kesulitan menemukan rasa soto mie yang sepadan.

Soto bening, saya kurang begitu suka. Lidah tidak mengecap adanya keistimewaan. Tidak jauh berbeda dengan kuah bakso. Beberapa penjual soto bening, memperlakukan air rebusan daging sebagai kuah bakso atau soto mie.

Mengetahui bahwa saya penggemar soto, seorang kawan merekomendasikan warung soto mie yang, katanya, terkenal enak. Ditinjau dari segi jarak, tidak jauh: 2,4 km dari rumah. Bisa ditempuh kurang dari sejam dengan berjalan kaki.

Pada Sabtu pagi minggu lalu, bersama keluarga menuju Kota Paris. Kawasan yang dibangun pemerintah kolonial Belanda itu, bersisian dengan sungai Cidepit dan kampung Sindang Sari. 

Disebut Kota Paris karena menyajikan pemandangan indah. Dulu sekali. Kini panorama ke Gunung Salak tertutup bangunan yang tepat berdiri di tepi bantaran sungai. 

Tak jauh dari ujung bangunan panjang tersebut berdiri warung tenda berukuran besar. Warung di Jalan Semboja itu dibangun cukup luas agar dapat menampung banyak pengunjung. 

Foto gerobak soto daging kuah bening dengan latar belakang pengunjung (dokumen pribadi)
Foto gerobak soto daging kuah bening dengan latar belakang pengunjung (dokumen pribadi)

Di dalam tenda tampak belasan pengunjung. Masih ada tempat untuk mendaratkan tubuh. Dikelola oleh Mang Bonin sejak tahun 1995 sampai sekarang. Merupakan kelanjutan usaha yang dirintis ayahnya dari tahun 1987.

Tidak pakai lama, pesanan datang. Nasi setengah plus semangkuk soto. Kuahnya bening, tidak banyak aksesoris.

Beberapa kerat daging memenuhi mangkuk, ditemani oleh irisan risoles. Risoles ini bukan pastry berisi daging dan berlapis tepung panir, tapi dadar terigu yang diisi bihun kemudian digulung dan digoreng.

Biasanya risoles, atau kroket isi bihun, digunakan untuk campuran soto mie bersama mi dan rajangan kubis. Ke dalam kuah soto, Mang Bonin hanya menambahkan risoles. Jadi ia bukan soto mie seperti dipromosikan oleh kawan di atas.

Ini adalah soto daging kuah bening!

Saya mencomot perkedel dari meja sebelah, lalu menyendok kuah tanpa sambal yang sudah ditambahkan perasaan jeruk nipis.

Oh ya. Saya minta kepada penjual agar tidak membubuhkan micin, supaya dapat dinilai, apakah kuah soto betul-betul sedap. Bukan gurih artifisial.

Ternyata enak banget! Kuah gurihnya berasal dari kaldu daging sapi. Mengingatkan saya kepada olahan kuah kaldu buatan almarhum Ibu saya. Sedikit berbeda di bumbu.

Rasa bumbu samar. Satu kombinasi rahasia yang menciptakan rasa sedap tiada bandingnya. Risolesnya terasa garing. Tidak cepat lembek seperti biasanya. Pemahaman saya tentang soto bening berubah.

Harganya relatif terjangkau. Kami bertiga membayar Rp 72 ribu untuk tiga mangkuk soto, tiga perkedel, tiga kali setengah piring nasi, dan sebungkus emping.

Secara umum, menikmati soto daging kuah bening dengan risoles/kroket garing, adalah petualangan rasa yang memberikan pengalaman baru. Mengenyangkan. Menyenangkan.

Tidak mengherankan, setiap saat dipenuhi pengunjung. Warung pinggir kali itu buka dari pagi sampai pukul dua siang, menghabiskan rata-rata 25kg daging sapi pada hari biasa dan 40kg di hari Sabtu Minggu.

Tujuan mengecap makanan enak pada hari itu tercapai. Memuaskan rasa dan menyegarkan kembali (to refresh/to restore) tubuh juga pikiran. Bukan sekadar mengenyangkan perut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun