Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Baju Lebaran

2 Mei 2022   16:57 Diperbarui: 2 Mei 2022   17:05 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Baju lebaran menggantung (dokumen pribadi)

Rasa enggan menyelinap. Bersembunyi di balik kemeriahan takbir menyambut tibanya Hari Kemenangan, setelah televisi mewartakan penetapan tanggal 1 Syawal 1443 Hijriah.

Jauh di dalam ruang dada berdenyut ganjalan. Tidak ada masalah apa juga dengan melawat ke tempat tinggal teman-teman lama pada lebaran ini. Kecuali bersilaturahmi ke kediaman seorang kawan. Berat kaki untuk mengunjungi rumah kawan sekolah satu itu.

Pantulan kejadian silam menggelintar. Menyesaki bilik ingatan di bawah batok kepala yang pada sebagiannya sudah botak.

Satu masa di mana merupakan situasi yang hendak aku hapus dari kenangan, namun tidak ada satu pun cara untuk mengabaikannya. Ia telah menjadi pupuk penyubur rasa rendah diri. Juga kemarahan.

"Masih pakai motor jadul dari zaman sekolah? Tiada perubahan pada dirimu... " teriaknya, dari balik kaca pintu SUV terbaru. Kepala-kepala menoleh, lalu melemparkan gelak yang serentak menancap pada ulu hati. Mules. Setelah itu aku merasa bahwa semua pandangan meletakkan harga diriku pada titik nadir.

Salahku. Datang pada acara reuni sekolah tidak lebih awal. Merapat menjelang pembukaan, bersamaan dengan berhentinya mobil mewah milik kawanku itu.

Selanjutnya, kegiatan reuni sampai selesai menggembirakan bagi semua orang. Kecuali aku, terpojok ditembak oleh hantaman bertubi-tubi kata-kata meluncur dari mulut kawan satu itu. Lebih panas dibanding timah paling panas sekalipun.

Dulu.

Kini, Lebaran tahun ini menjadi perayaan bagi semua orang, setelah dua tahun terpenjara oleh merebaknya COVID 19. Aku turut gembira. Harusnya.

Lawatan ke rumah kawan satu itu sedikit menyurutkan semangat. Kunjungan yang mau tidak mau mesti tidak boleh dilewatkan. Bagaimana tidak bisa mampir?

Kediamannya hanya berjarak satu rumah dari tempat-tinggalku. Orang tuanya merupakan tokoh penting yang dituakan di dusun ini. Kawan satu itu juga disegani sebagai contoh perantauan yang sukses. Lengkap sudah alasan "keharusan" untuk berkunjung ke rumahnya.

Setelah melaksanakan salat Ied, terlebih dahulu aku mengenyangkan perut dengan ketupat dan opor ayam di rumah. Jadi, ada alasan untuk tidak makan di sana. Tak perlu lama-lama. Selesai bersilaturahmi, segera pulang.

Aku memilih baju yang paling keren modelnya. Aha, baju lengan pendek berwarna putih dengan ban cokelat tampak bagus. Serasi dipakai dengan celana panjang hitam dan kopiah hitam. Itulah baju lebaran 2022 kali ini. Baju terbaik yang kumiliki.

Berjalan tegak, aku melangkah gegas menuju rumah kawan satu itu. Di depannya berderet mobil-mobil bagus. Ramai tamu berkunjung.

Sejenak sedikit ragu. Namun kemudian aku menetapkan hati. Melangkah maju.

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam. Eh...kawan lama. Hayo masuk!"

Mengangguk kepada para tamu yang duduk. Sembari menyalami mereka satu-persatu. Lalu menyodorkan telapak tangan kepada anggota keluarga. Hingga akhirnya berada di hadapan kawan satu itu. Kedua tangannya menyambut gembira.

"Kawan lama, apa kabar. Lebih dari dua puluh purnama kita tidak berjumpa. Aku benar-benar minta maaf atas kesalahan ucap dan perbuatan di masa lampau. Sengaja maupun tidak sengaja."

Kawan satu itu mengguncang-guncang bahuku. Semua orang memperhatikan keakraban kami.

Senyumnya kelihatan tulus. Seketika hatiku trenyuh. Rupa-rupanya sekian lama pikiran buruk senantiasa menghantui.

Dada terasa lapang, terisi oleh bayangan kegembiraan yang tiada henti. Baru kali ini aku tersenyum lebar di hadapannya.

Kawan satu itu menepuk-nepuk bahuku. Melihat wajahku. Turun ke bawah. Pandangannya berhenti agak lama. Akhirnya, dengan cepat kedua bola matanya meluncur ke bawah.

Lalu terdengar suara menggelegar, "wahai kawan lama. Tiada perubahan padamu..."

Mendadak darahku berhenti mengalir.

"Baju yang kau kenakan sama seperti baju tiga tahun lalu. Aku tahu, karena setelan ini aku belikan pada lebaran silam."

Mendadak perutku mulas. Keringat di semua bagian nyelempit membuat diriku menciut. Berpuluh-puluh pasang mata menelanku bulat-bulat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun