Bangun tidur, seorang kawan mendapati kakinya terkulai. Setahun lalu ia pasang pen titanium di tulang paha. Hatinya galau, apakah ini musibah?
Waktu itu pen titanium dipasang pada paha untuk menyambung tulang patah akibat kecelakaan lalu lintas. Menghabiskan uang sekitar seratus juta rupiah. Ditambah biaya-biaya fisioterapi pascaoperasi. Entah berapa kali.
Setahun kemudian, pen titanium itu patah menjadi dua. Kaki terkulai tidak kuasa menopang tubuh.
Sekali lagi ia mesti dioperasi. Mencopot patahan pen, diganti dengan barang baru. Tentunya dengan dokter ahli lain di rumah sakit berbeda. Kurang lebih biayanya pun sama.
Padahal ia merasa tidak melakukan "dosa", sehingga mengalami kejadian menyulitkan. Ia juga merasa telah banyak berbuat amal dan bersedekah.
Mengapa masih diberi musibah?
Sebagai pemborong sukses, ia kerap mengamalkan sedekah. Dalam bentuk uang, makanan, atau barang-barang layak pakai. Apalagi di bulan ramadhan, rajin banget bersedekah.
Kegiatan tersebut diperlihatkan dan diceritakan dengan bangga kepada orang-orang.
Terutama apabila sedekah yang dilakukan itu, berhubungan dengan kegiatan amal di instansi yang memberinya banyak proyek. Atau karena seorang kepala dinas memintanya untuk memberi sumbangan.
Bagaimana hukum sedekah semacam itu?