Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kebiasaan Menunda Kumat, Lapor SPT Telat

2 April 2022   10:05 Diperbarui: 2 April 2022   10:12 3231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar laman situs DJP Online (dokumen pribadi)

Sesungguhnya Wajib Pajak Orang Pribadi memiliki kesempatan 3 bulan untuk lapor SPT Tahunan. Selama bulan Januari 2022 hingga batas akhir, menurut Undang-undang Perpajakan, tanggal 31 Maret 2022.

Kendati sudah ada aturan mengikat, tetap saja pada tahun ini saya melampaui batas akhir pelaporan. Bukan salah pemerintah atau Jokowi. Bukan.

Akibat kesalahan sendiri, yakni malas mengisi blanko laporan yang sekarang sudah tersedia secara elektronik. Ngisinya tidak sulit. Menyepelekan persoalan dan rasa malas menjadi sebab.

Tahun-tahun sebelumnya, saya biasa mengirim laporan SPT Tahunan jauh hari sebelum tanggal batas akhir. 

Entah kenapa, tahun ini kambuh kebiasaan menunda-nunda pekerjaan, sehingga penyampaian laporan dilaksanakan pada menit terakhir (ah, mendadak jadi deadliner garis keras).

Tanggal 24 Maret lalu saya mulai mengisi aplikasi lapor SPT di laptop. Setelah melalui rangkaian koreksi, akhirnya SPT terbentuk dalam satu berkas utama ber-ekstensi CSV dan lampiran berformat PDF. Beres?

Belum! SPT tersebut harus disampaikan secara elektronik ke situs DJP Online sebelum tanggal 31 Maret berakhir. Laporan sudah beres ketika menerima Bukti Penerimaan Elektronik yang dikirim melalui email.

Pada tanggal akhir itu, semenjak pagi saya membuka laptop untuk login ke situs DJP Online. Menjawab beberapa pertanyaan, lalu mengunggah berkas. Tekan ikon "Start Upload", tulisan putih menjadi berwarna kuning.

Menunggu. Dua menit. Lima, sepuluh, lima belas menit tulisan start upload kembali ke warna kuning. Gagal. Ulang lagi.

Demikian seterusnya sampai sore hari proses upload mengalami kegagalan. Bisa jadi lalu lintas menuju situs lapor pajak itu penuh. Macet. Apalagi mengingat kondisi laptop yang sudah uzur, tidak mampu sikut-sikutan dengan laptop milenial. Hikz.

Tangkapan layar start upload yang macet (dokumen pribadi)
Tangkapan layar start upload yang macet (dokumen pribadi)

Seusai makan malam, saya menggunakan telepon genggam yang mestinya lebih kencang daripada laptop putih itu. Gagal juga. 

Keringat dingin mengucur. Deg-degan. Mata lima Watt. SPT bakal tidak bisa disampaikan menjelang deadline.

Ya sudahlah... Akhirnya pada pukul 9 malam saya tidur.

Esok paginya, saya mencoba lagi mengunggah SPT. Nothing to loose, tapi lemes.

Tidak sampai tiga menit, SPT berhasil di-upload. Tidak lama kemudian, email menerima Bukti Penerimaan Elektronik dari Dirjen Pajak.

Berhasil, kendati muncul konsekuensi denda keterlambatan lapor SPT Tahunan. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang telat lapor SPT Tahunan dikenakan denda sebesar Rp 100.000 (selengkapnya dapat dibaca di kompas.com).

Keterlambatan memenuhi tenggat waktu, akibat menunda-nunda pekerjaan atau kegiatan, beberapa kali saya lakukan sewaktu masih aktif bekerja. 

Artinya, melakukan pekerjaan pada saat mepet waktu, berimpitan dengan batas akhir, atau sebagian orang menganggapnya "demi mengejar deadline" yang sudah di depan mata. 

Mepet waktu yang menjadikan satu pekerjaan lebih rumit dan membuat panik.

Ada beberapa hal yang menyebabkan waktu penyelesaian menjadi sempit, mepet waktu, di antaranya:

  1. Paling utama adalah kebiasaan menunda-nunda kegiatan. Padahal pekerjaan itu dapat diselesaikan dengan mudah dalam waktu singkat.
  2. Mengentengkan sebuah pekerjaan, karena dianggap ringan. Lama-lama dapat membentuk rasa malas.
  3. Menganggap enteng rentang waktu diberikan. Karena masih lama.
  4. Sebaliknya, bila bukan merupakan bidang pekerjaan yang dikuasai,  seseorang yang merasa tidak mampu dapat mendelegasikan atau meminta tolong kepada orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan.

Nah, agar waktu tidak terasa sempit atau mendesak dalam worklife, baiknya kita melakukan hal-hal sebagai berikut:

  1. Lakukan pekerjaan pertama yang paling mungkin diselesaikan.
  2. Mendahulukan pekerjaan penting yang dapat dikelola secara cepat.
  3. Jangan menunda-nunda dengan dalih apa pun.
  4. Jangan sepelekan kerangka waktu, walaupun masih panjang.
  5. Menyelesaikan satu pekerjaan sebelum tenggat waktu agar apabila terjadi kekeliruan, ada kesempatan mengoreksinya. Atau waktu tersisa menjadi peluang baik untuk mengerjakan tugas-tugas lain.
  6. Terakhir, singkirkan rasa malas.

Jadi, kebiasaan menunda-nunda pekerjaan dengan menunggu batas akhir penyelesaian, atau deadline, berpotensi menimbulkan kerugian yang tidak diperkirakan sebelumnya. Menunda waktu yang merugikan diri sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun