Seusai makan malam, saya menggunakan telepon genggam yang mestinya lebih kencang daripada laptop putih itu. Gagal juga.Â
Keringat dingin mengucur. Deg-degan. Mata lima Watt. SPT bakal tidak bisa disampaikan menjelang deadline.
Ya sudahlah... Akhirnya pada pukul 9 malam saya tidur.
Esok paginya, saya mencoba lagi mengunggah SPT. Nothing to loose, tapi lemes.
Tidak sampai tiga menit, SPT berhasil di-upload. Tidak lama kemudian, email menerima Bukti Penerimaan Elektronik dari Dirjen Pajak.
Berhasil, kendati muncul konsekuensi denda keterlambatan lapor SPT Tahunan. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang telat lapor SPT Tahunan dikenakan denda sebesar Rp 100.000 (selengkapnya dapat dibaca di kompas.com).
Keterlambatan memenuhi tenggat waktu, akibat menunda-nunda pekerjaan atau kegiatan, beberapa kali saya lakukan sewaktu masih aktif bekerja.Â
Artinya, melakukan pekerjaan pada saat mepet waktu, berimpitan dengan batas akhir, atau sebagian orang menganggapnya "demi mengejar deadline" yang sudah di depan mata.Â
Mepet waktu yang menjadikan satu pekerjaan lebih rumit dan membuat panik.
Ada beberapa hal yang menyebabkan waktu penyelesaian menjadi sempit, mepet waktu, di antaranya:
- Paling utama adalah kebiasaan menunda-nunda kegiatan. Padahal pekerjaan itu dapat diselesaikan dengan mudah dalam waktu singkat.
- Mengentengkan sebuah pekerjaan, karena dianggap ringan. Lama-lama dapat membentuk rasa malas.
- Menganggap enteng rentang waktu diberikan. Karena masih lama.
- Sebaliknya, bila bukan merupakan bidang pekerjaan yang dikuasai, seseorang yang merasa tidak mampu dapat mendelegasikan atau meminta tolong kepada orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan.