Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menunggu Lama demi Memperoleh Manfaat Ikut BPJS Kesehatan

18 Maret 2022   06:57 Diperbarui: 18 Maret 2022   07:02 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang pasien tertidur ketika menunggu giliran pemeriksaan dokter di poliklinik (dokumen pribadi)

Antre selama 2-3 jam untuk memperoleh pelayanan kesehatan menggunakan kartu BPJS. Sebelumnya, berbulan-bulan membayar iuran tanpa manfaat apa pun.

Ketika belum mengetahui --tepatnya mengabaikan---manfaat program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), saya tidak mendaftarkan diri ke BPJS Kesehatan.

Antrean pendaftaran membludak membuat enggan meluangkan waktu berharga. Lagipula, merasa tidak memerlukan sebab kondisi badan sendiri dan keluarga masih sehat.

Kalaupun sempat sakit, masih mampu mengatasi biaya dokter, obat, dan rumah sakit. Sampai sebuah serangan penyakit kronis mengubah pikiran.

Awalnya, merasa masih mampu membiayai rawat inap di rumah sakit. Kemudian terbayang pengeluaran selanjutnya: biaya jasa dokter spesialis dan beli obat setiap bulan. Orang kayak saya harus minum obat tiap hari untuk menghindari hal lebih buruk.

Bayangan itu mendorong untuk mendaftar ke kantor BPJS Kesehatan setempat. Ternyata prosedurnya mudah. Pengurusannya tidak membutuhkan waktu lama, kurang dari satu jam. Pembayaran iuran secara autodebit, menjamin saya tidak bakal lupa memenuhi kewajiban.

Pilihan nilai iuran mandiri setiap bulan, menurut informasi saat ini, terbagi tiga:

  1. Rp 150 ribu (kelas I);
  2. Rp 100 ribu (kelas II); dan
  3. Rp 42 ribu (kelas III) disubsidi Rp 7.000 menjadi Rp 35 ribu berdasarkan Peraturan Presiden nomor 64 tahun 2020.

Saya mengambil yang kelas 3, sesuai kemampuan. Selanjutnya, kartu BPJS Kesehatan atau JKN saya gunakan untuk pemeriksaan dokter spesialis dan menebus obat tertentu. Setiap bulan, hingga munculnya pandemi.

Maret 2020 merupakan waktu terakhir memeriksakan diri ke dokter spesialis yang berpraktik di sebuah RSUD. Ketakutan tertular merebak dalam pikiran, mengingat pada saat itu rumah sakit tersebut menjadi pusat penanganan Covid 19.

Saya berhenti memanfaatkan kartu JKN. Iuran jalan terus, mengingat pembayaran melalui autodebit. Galau! Buat apa membayar, jika tidak dipakai? Saya pun mereken untung rugi.

***

Tekanan darah tinggi nyaris menggagalkan proses vaksinasi dosis pertama, kedua, dan ketiga. Kejadian berulang itu memicu pemikiran untuk kembali memeriksakan diri ke dokter spesialis. Pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) menguatkan niat berkunjung ke poliklinik di RSUD.

Kartu BPJS Kesehatan digunakan lagi dalam proses administrasi, konsultasi dokter, menebus obat, terapi, dan --di bulan depan-- pemeriksaan laboratorium. Dengan cukup sekali menunjukkan kartu JKN, seterusnya biaya-biaya ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Berapa bila harus membayar sendiri?

Dalam kesempatan itu, setelah memperoleh rujukan dari fasilitas kesehatan pertama, mau tidak mau saya harus antre menunggu giliran:

  1. Sekitar 2,5 jam ketika akan berkonsultasi dengan dokter.
  2. Dua setengah jam berikutnya untuk pengambilan obat di unit farmasi RSUD. Itu pun hanya diberi obat untuk tujuh hari. Selebihnya ditebus di apotek berbeda.
  3. Besok paginya mengambil obat di apotek khusus pasien rujuk balik dan kronis yang adalah peserta BPJS. Antre 3 jam lebih sampai menerima obat untuk tiga minggu. Obat tertentu sih memang ditebus dengan uang sendiri.
  4. Besoknya, menunggu lagi panggilan sampai 2,5 jam untuk berkonsultasi dengan dokter ahli terapi.
  5. Pengalaman terkait terapi dan laboratorium belum ada. Baru nanti.

Senin, Selasa, Rabu. Tiga hari berturut-turut menghabiskan waktu 2 hingga 3 jam untuk menunggu giliran. Kekurangann pelayanan menggunakan kartu BPJS memang menjengkelkan, bagi saya yang terbiasa dilayani cepat.

Perlu dipikirkan prosedur lebih sederhana agar pasien tidak perlu berlama-lama menunggu. Juga pengambilan obat dengan sistem satu pintu.

Proses itu juga melibatkan berlembar-lembar kertas, dari mulai perolehan rujukan, pendaftaran pemeriksaan, medical record, sampai penebusan resep. Kartu kendali harus difotokopi pula. 

Sudah waktunya dirancang sistem yang mengarah ke prosedur yang paperless.

Namun demikian, berkembang pemikiran di kepala saya: betapa banyak orang yang memanfaatkan kartu BPJS. Sebagaimana halnya dengan saya yang merasa diringankan.

Pemeriksaan dokter dan obat-obatan akan berlangsung setiap bulan. Selama itu pula biaya-biaya di-cover oleh BPJS Kesehatan. Kecuali pembayaran iuran dan/atau orangnya sudah tidak aktif.

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan dapat dibaca di sini atau di sini.

Dari itu timbul kesadaran, program jaminan kesehatan yang diwajibkan bagi masyarakat itu ternyata banyak manfaatnya.

Memang ada sebagian orang yang keberatan dengan diwajibkannya kartu BPJS aktif dalam pelayanan publik. Terkait substansi Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022, tentang Optimalisasi Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Kartu BPJS aktif menjadi syarat jual beli tanah, keberangkatan umrah dan haji, pelayanan SKCK, serta pengurusan SIM STNK. Akan tetapi itu merupakan persoalan lain.

Kartu BPJS Kesehatan dapat dirasakan manfaatnya. Bukan hanya untuk membiayai peserta aktif JKN-KIS, tapi secara tidak langsung, turut serta menanggung risiko kesehatan yang dialami oleh orang lain. Sepanjang peserta tertib membayar iuran, 

Jadi, kartu BPJS Kesehatan tidak serta merta dihitung berdasarkan kepentingan sendiri atau untung rugi. Di sisi lain ia merupakan pengejawantahan dari semangat bergotong royong, dalam membantu peserta lain dalam perawatan.

Tidak apa-apa menunggu lama untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Bagi saya, banyak waktu luang yang tersedia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun