Bayu menyapu helm. Hawa sejuk menyapa kepala. Perjalanan tak pasti menelusuri cakrawala gagasan mencari ikhtiar, membawa Kasto beristirahat di bawah pohon tepi hamparan sawah.
"Kopi. Jangan diaduk! Terlalu manis."
Penjual kopi mengangsurkan gelas plastik. Kasto menarik satu batang kretek tanpa filter dari lapak bermotor.
Membakar, lalu menerbangkan asap ke udara. Kemudian menarik napas panjang, sebelum mencicipi kopi hitam berkepulkepul. Tampak nikmat, tetapi pikirannya melayang bersama polusi putih ke awang-awang.
"Sepertinya si masnya lagi banyak masalah?"
Kasto termenung. Kedua matanya menatap ruang kosong, "ya, begitulah. Selama masih bernapas, selama itu pula masalah mendera."
Penjual kopi mengangguk-angguk. Kasto menghirup udara, tangannya menunjuk bangunan panjang di tengah sawah.
"Apa itu?"
"Tempat penggilingan padi. Bangunan tersisa."
Dulunya kawasan ini merupakan hamparan luas sawah produktif dengan beberapa tempat penggilingan padi. Menyusut sejak diakuisisi oleh pengembang. Sawah produktif ditukar dengan uang yang besaran jumlahnya belum pernah dilihat oleh petani.
Hamparan sawah menyusut, mata air mengering, seiring dengan tumbuhnya real estate, serta menggenangnya air mata.