Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jangan Sampai Penundaan Pemilu Menyuburkan Bibit Abuse of Power

9 Maret 2022   07:59 Diperbarui: 9 Maret 2022   08:10 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pemilu (dokumen KOMPAS)

Perihal usulan anggaran Pemilu 2024 sebesar Rp 76,6 triliun, kepada Kementerian Keuangan dan DPR yang belum disetujui, karena menunggu detail tahap-tahap kegiatan pemilu dari Komisi Pemilihan Umum (sumber).

Berdasarkan gambaran singkat di atas, disimpulkan bahwa belum ada keputusan resmi pemilu 2024 ditunda.

Berhubung pergunjingan penundaan pemilu telah menggelinding, ada baiknya diulas sedikit mengenai seluk-beluk pemilihan umum. 

Disarikan dari berbagai sumber dan hasil penggalian ingatan, maka pemilu:

  1. Merupakan pengejawantahan kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpinnya, juga wakil-wakilnya.
  2. Berperan sebagai rotasi kekuasaan yang dibatasi oleh Undang-Undang. Di Indonesia, limitasi jabatan presiden adalah 5 tahun dengan kesempatan terpilih untuk 2 periode. Mencegah penyalahgunaan kekuasaan, bila ada opsi diperpanjang.
  3. Diselenggarakan secara periodik dan teratur (bukan penundaan) dalam rangka melegitimasi kekuasaan pemerintah.

Jadi, rasanya sudah tepat apabila penundaan pemilu diletakkan di domain perdebatan. Bukan di tataran realitas.

Pemilu reguler yang dilaksanakan secara periodik dalam rentang waktu ditetapkan, merupakan metode efektif untuk membatasi kekuasaan dengan aman (asas LUBER: Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia). 

Perpanjangan masa jabatan presiden berpotensi menyuburkan bibit penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Awalnya penundaan. Lalu tiga periode. Berlanjut ke tiga dekade, seperti....

Jangan sampai penundaan menjadi pemaksaan untuk mempertahankan keabsahan kekuasaan yang sudah tidak lagi legitimate.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun