"Gak sebanyak itu. Palingan sebungkus."
"Ooooh," Ferguso berpikir cepat, "sebungkus dikalikan tiga puluh hari.... Aha...!"
Rudolfo berang, "ya gak begitu juga itung-itungannya... Pokoknya pemerintah negeri ini berlaku represif. Titik! Serba mengekang, memaksa, menindas rakyat."
Perdebatan terhenti. Suara azan magrib berkumandang. Ferguso menyeruput kopi hingga tersisa ampas. Lantas bangkit, bergegas menuju surau bersama pengunjung lain.
Demikian pula dengan Rudolfo. Menyeruput kopi bersama sebagian ampasnya, lalu bergegas ke arah berlawanan. Pulang.
Mpok Yumi yang bahenol berseru, "hooy..., mana duitnya?"
Tanpa menengok, Rudolfo berteriak, "ntar-sok... sekalian kopi yang kemarin-kemarin!"
-TAMAT-
Catatan: kisah di atas tidak nyata. Semata-mata rekaan pengkhayal pagi. Nama-nama diambil dari fantasi berkelebat, tidak ada hubungannya dengan siapa pun jua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H