Pemilihan lokasi dan tanah yang sesuai, denah yang cenderung simetris, struktur juga material pembentuk yang lentur dan ringan merupakan cara-cara mengonstruksi bangunan pada wilayah rentan gempa bumi.
Tidak mengherankan, jika para leluhur kita membuat rumah dari bahan kayu, bambu, dan bahan ringan lainnya dari alam. Juga membuatnya dalam bentuk persegi simetris dan bulat.
Walaupun berkesan sederhana, struktur bangunan tersebut umumnya relatif mampu menahan gempa.
Mencermati gambaran di atas, apakah kita harus merenovasi bangunan yang telah berdiri agar tahan gempa?
Saya rasa tidak. Kita meyakini bahwa rumah ditinggali sudah cukup solid dan memiliki struktur terikat kuat, sehingga mampu menahan beban gaya statis maupun dinamis dari gempa bumi. Kecuali bagi mereka yang memiliki kelebihan kemampuan finansial.
Bayangkan. Merenovasi struktur, denah, material, dan kuda-kuda berarti nyaris seperti membangun rumah dari nol. Sama saja dengan biaya membangun rumah baru, sekitar 2,5-3 juta rupiah per meter persegi. Ampun DJ!
Jadi, pedoman atau panduan sederhana membangun rumah/bangunan agar tahan gempa di atas sebaiknya diterapkan pada bangunan baru.
Dan bagi pelaksana pembangunan gedung baru milik pemerintah, jangan dikurangi ya realisasi dari rencana pekerjaan. Semisal, mengurangi dalamnya galian, ukuran/jenis besi beton, dan penyunatan lain.
Jangan ya! Ntar bangunan gampang rusak, sekalipun jauh dari pusat gempa.
Sumber: Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa, Panitia Tehnik Standarisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum (sekarang: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H