Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Jounalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Cermati Kelangkaan dan Kenaikan Harga LPG 3 Kg

31 Desember 2021   13:57 Diperbarui: 2 Januari 2022   10:24 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perhitungan laba gas oplosan (dokumen pribadi)

Lho yang naik kan LPG nonsubsidi, bukan elpiji subsidi? Betul, tapi selisih harganya bisa membuat mata pengoplos gas menjadi hijau.

Pertamina memastikan bahwa kenaikan harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) tidak berlaku bagi LPG subsidi atau LPG 3 kg alias gas melon. Peningkatan harga gas impor tersebut diakibatkan oleh melonjaknya nilai kontrak pembelian atau Contract Price Aramco (CPA).

Maka pada hari Sabtu lalu, tanggal 25 Desember 2021, PT. Pertamina (Persero) mengumumkan kenaikan harga Elpiji, sekitar 7,5% berkisar Rp 1.600 -- Rp 2.600 per kilogram (sumber).

Mengintip halaman Pertamina Delivery Service 135 Gets Point (pds135.com), diperoleh perincian harga LPG nonsubsidi (isi saja) terbaru menjadi sebagai berikut:

  1. Per tabung 5.5 kg = Rp 76.000 
  2. Per tabung 12 kg = Rp 163.000 

Mari kita lihat ke lapangan, membandingkannya dengan harga LPG subsidi dengan mengunjungi sebuah agen LPG resmi. 

Harga LPG subsidi 3 kg isi saja adalah Rp 16.500 per tabung. Pria yang telah malang melintang di usaha gas melon mengakui bahwa harga resmi dari pemerintah sebesar Rp 16.000. Ia mengutip Rp 500 untuk ongkos menaikkan dan menurunkan tabung. Wajar.

Harga LPG subsidi di pasaran berbeda lagi. Warung pengecer menjual Rp 20.000 hingga Rp 23.000 untuk setiap tabung isi 3 kg gas subsidi. LPG subsidi memang diperuntukkan bagi golongan "masyarakat miskin", seperti tercetak pada tabung hijau.

Namun praktiknya tidak demikian. Siapa saja bebas membelinya. Menurut keterangan, dulu sempat ada kartu kendali pembelian. Dalam perjalanan, muncul kerumitan-kerumitan sehingga kartu kendali tidak dapat dipraktikkan. Siapa saja boleh membeli LPG subsidi 3 kg. Termasuk para pengoplos.

Mengapa LPG oplosan demikian menggiurkan?

Praktik pengoplosan adalah memindahkan gas bersubsidi dari tabung 3 kg ke tabung 12 kg lalu dijual dengan harga nonsubsidi.

Alat digunakan amatlah sederhana. Berupa bagian dari antena TV ditambah pegas ballpoint. Alat tersebut menjadi pengantar dalam pemindahan LPG. Agar proses berlangsung lebih cepat, tabung 3 kg didinginkan dengan es batu.

Risikonya adalah terjadi kebocoran gas yang dapat mengakibatkan ledakan.

Bila dibuat perbandingan, terdapat perbedaan mencolok antara LPG nonsubsidi dengan LPG subsidi. Keuntungan yang merangsang pihak tidak bertanggung jawab untuk mengoplos LPG subsidi.

Hitungan sederhananya begini:

Anggap harga rata-rata gas subsidi 3 kg Rp 20.000. Harga gas nonsubsidi 12 kg Rp 163.000. Jika isi tabung gas subsidi 3 kg dipindahkan ke tabung 12 kg, maka pengoplos akan mendapatkan keuntungan dua lipat.

  • Penjualan 1 tabung isi gas nonsubsidi 12 kg = Rp 163.000
  • Modal 4 tabung isi gas subsidi 3 kg = Rp 80.000
  • Laba kotor = Rp 83.000

Ilustrasi perhitungan laba gas oplosan (dokumen pribadi)
Ilustrasi perhitungan laba gas oplosan (dokumen pribadi)

Keuntungan menggiurkan tersebut diduga akan menggoda para pengoplos untuk melakukannya, betapa pun risiko hukum dan bencana yang ditimbulkan.

Inilah yang dikhawatirkan. Pelaku pengoplos akan memborong LPG subsidi, kemudian mengonversikan ke tabung 12 kg dengan harga nonsubsidi.

Bukankah praktik oplosan LPG subsidi ke dalam tabung LPG nonsubsidi sebelum sebelumnya kerap terjadi? Berita-berita mengenai oplosan elpiji dapat dilihat di sini, di sini, dan banyak lagi.

Kenaikan harga LPG nonsubsidi yang baru lalu telah meningkatkan perbedaan harga dengan LPG subsidi. Disparitas yang melahirkan rangsangan bagi pelaku kejahatan untuk mengoplos LPG.

Potensi keuntungan dua kali lipat dari modal akan membuat mereka memborong LPG subsidi. Pada gilirannya, LPG subsidi 3 kg bakal mengalami kelangkaan yang kemudian berpengaruh terhadap kenaikan harga gas melon di pasaran.

Jadi artinya, patut dicermati munculnya kelangkaan LPG subsidi 3 kg dan naiknya harga di pasaran akibat melonjaknya permintaan. Simpulan itu barulah dugaan sementara.

***

Seyogianya pemerintah mampu mengendalikan distribusi LPG subsidi tersebut. Atau membuat mekanisme penyaluran yang transparan, misalnya. Barangkali orang-orang pintar di atas sana lebih kompeten untuk mencari solusi.

Demikian pula, aparat hukum diharapkan memberikan sanksi berat kepada pengoplos tidak bertanggung jawab.

Maka, adalah bijak bila mencermati kenaikan LPG nonsubsidi terhadap kemungkinan kelangkaan LPG subsidi berikut efek lonjakan harganya.

Kita pun, sebagai pengguna, seyogianya membeli LPG sesuai peruntukannya. Demikian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun