Lho yang naik kan LPG nonsubsidi, bukan elpiji subsidi? Betul, tapi selisih harganya bisa membuat mata pengoplos gas menjadi hijau.
Pertamina memastikan bahwa kenaikan harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) tidak berlaku bagi LPG subsidi atau LPG 3 kg alias gas melon. Peningkatan harga gas impor tersebut diakibatkan oleh melonjaknya nilai kontrak pembelian atau Contract Price Aramco (CPA).
Maka pada hari Sabtu lalu, tanggal 25 Desember 2021, PT. Pertamina (Persero) mengumumkan kenaikan harga Elpiji, sekitar 7,5% berkisar Rp 1.600 -- Rp 2.600 per kilogram (sumber).
Mengintip halaman Pertamina Delivery Service 135 Gets Point (pds135.com), diperoleh perincian harga LPG nonsubsidi (isi saja) terbaru menjadi sebagai berikut:
- Per tabung 5.5 kg = Rp 76.000Â
- Per tabung 12 kg = Rp 163.000Â
Mari kita lihat ke lapangan, membandingkannya dengan harga LPG subsidi dengan mengunjungi sebuah agen LPG resmi.Â
Harga LPG subsidi 3 kg isi saja adalah Rp 16.500 per tabung. Pria yang telah malang melintang di usaha gas melon mengakui bahwa harga resmi dari pemerintah sebesar Rp 16.000. Ia mengutip Rp 500 untuk ongkos menaikkan dan menurunkan tabung. Wajar.
Harga LPG subsidi di pasaran berbeda lagi. Warung pengecer menjual Rp 20.000 hingga Rp 23.000 untuk setiap tabung isi 3 kg gas subsidi. LPG subsidi memang diperuntukkan bagi golongan "masyarakat miskin", seperti tercetak pada tabung hijau.
Namun praktiknya tidak demikian. Siapa saja bebas membelinya. Menurut keterangan, dulu sempat ada kartu kendali pembelian. Dalam perjalanan, muncul kerumitan-kerumitan sehingga kartu kendali tidak dapat dipraktikkan. Siapa saja boleh membeli LPG subsidi 3 kg. Termasuk para pengoplos.
Mengapa LPG oplosan demikian menggiurkan?
Praktik pengoplosan adalah memindahkan gas bersubsidi dari tabung 3 kg ke tabung 12 kg lalu dijual dengan harga nonsubsidi.