Lajang itu demikian telaten meracik makanan batita. Bukan dari bahan pangan instan buatan pabrik! Bukan, tapi diolah dari sayuran dan sumber protein segar. Tanpa pengawet. Tanpa perasa buatan. Alami.
Sampai dewasa, putri saya doyan sayur dan tidak terlalu suka olahan terlalu kuat micin.
Kami sangat beruntung. Kualifikasinya melebihi ART. Babysitter!
Seperti tahun-tahun sebelumnya, satu ketika menjelang lebaran kami mengantarnya ke stasiun. Biasanya dua minggu setelah hari raya ia akan kembali bekerja.
Beranjak dari tempat pertemuan kereta api dan penumpangnya, anak saya melongok ke jok belakang sambil berseru, "cilukba!"
Kosong! Anak saya kecewa. Matanya bergenang, lalu meraung-raung.
Tidak ada Mbak Hesti. Entah di penglihatan putri kami. Kereta telah membawanya menyusuri rel ke arah timur.
Dua minggu setelah lebaran, ia belum datang. Hari berikutnya, tiada kabar. Tiga pekan pun berlalu. Menjelang sebulan, sebuah kabar mengejutkan diterima. Perantara mengabarkan bahwa Mbak Hesti telah wafat.
Ia mengalami kecelakaan di kampung halaman. Sepeda motor dikendarainya ditabrak mobil di jalan Pantura. Saya segera menelepon keluarganya untuk berbelasungkawa dan menanyakan cara mengirim tanda duka.
Sekali ini saya tidak menulis kiat mencari atau menghadapi pekerja di rumah tangga. Akan tetapi mencatatkan pada diary sebuah kenangan manis, sekaligus mengharukan tidak terlupakan, yaitu pengalaman memiliki asisten saat rumah tangga masih baru.
Al Fatihah untuk almarhumah.