Merasa benar, saya menyewa pengacara handal untuk melawannya. Hasilnya dapat ditebak: perusahaan saya menang di tingkat instansi ketenagakerjaan setempat.
Sebagai pengusaha, lumrah mendahulukan karyawan dengan mengindahkan peraturan berlaku. Baru setelah itu memerhatikan penjualan, permodalan, negosiasi dengan calon pembeli, sistem bisnis yang efektif, dan sebagainya.
Sekali lagi, karyawan adalah aset paling penting dalam perusahaan.
To Put Yourself in Someone Else's Shoes
Idiom berbahasa Inggris, bermakna seolah-olah menempatkan diri pada kondisi sulit menimpa pihak lain, agar memahami (kesulitan) apa sesungguhnya yang sedang dihadapi.
Pemahaman itu mengonstruksi pikiran alam bawah sadar saya, untuk lebih mempertimbangkan kepentingan karyawan ketika menjadi pengusaha. Saya tidak tahu bagaimana persisnya itu bisa terjadi.
Berbagai level pegawai memiliki cara, juga kesulitan, masing-masing dalam mengelola penghasilannya. Sebisa mungkin keadaan itu harus dipahami. Tidak harus berbentuk materi, pimpinan mendampingi mereka merupakan hal berharga.
Dengan terjun langsung, bersama karyawan berusaha mengendalikan kapal sampai ke tujuan. Kalau enggak, ya tenggelam bersama. Begitu cara saya sebagai pengusaha memahami problematika dihadapi pegawai perusahaan.Â
Berupaya memakai sepatu orang lain (to be in another person's shoes). Pengusaha masa kini menatap UMP 2022 dengan memerhatikan bahwa, betapa buruh sekarang mengalami kesukaran dengan melonjaknya harga, misalnya.
Dasar pemikiran serupa mestinya dapat diterapkan oleh pegawai/karyawan/pekerja atau buruh pada perusahaan.
Karyawan menempatkan diri pada kondisi sulit menimpa pengusaha. Cara memutar roda usaha agar tidak tersendat dan tersesat di tengah situasi perekonomian yang belum pulih dari kemerosotan. Cara memperoleh investasi baru. Cara menyiasati mekanisme pasar yang terganggu. Dan seterusnya.