Sang pria mengembalikan pantatnya kepada bangku kayu panjang. Mengangguk.
Tak lama, sepiring nasi terhidang. Di atasnya tergelimpang telur mata sapi dimasak dengan kecap, potongan cabai dan bawang, irisan tomat, serta taburan bawang. Semangkuk kuah kekuningan bersantan dengan irisan labu siam terhidang di samping piring.
Sekali lagi, wanita berkulit pualam itu melempar senyum menawan kepada tamunya, "silahkan dinikmati, Mas."
Sang pria senang, dengan lahap menyantap hidangan sampai isi piring dan mangkuk tandas.
***
Gambaran singkat itu bercerita tentang pencetus terhadap pilihan seseorang, ketika hendak makan di tempat penyedia makanan dan minuman. Kecenderungan itu dipengaruhi kondisi fisik (haus, lapar). Itu yang pertama.
Berikutnya, pilihan selera dipicu oleh faktor psikologis, seperti: tilikan mengenai tempat, lalu suasana, produk (aroma, tampilan hidangan, dan rasa), cara melayani, dan seterusnya. Itu gagasan besarnya.Â
Namun ada bagian kecil, berperan dalam menentukan keberhasilan sebuah usaha kuliner. Berapa pun besaran usahanya.
Apa itu?
Greeting. Diartikan secara harfiah sebagai mengucapkan 'salam' atau sapaan selamat datang. Bisa juga berupa ucapan selamat sehubungan dengan waktu. Sederhananya begitu.
Dalam bisnis kuliner, ia dipandang sebagai ucapan dalam rangka membangkitkan perasaan dikenal, disambut hangat, dan penghargaan bagi tamu. Bukan tidak cinta Bahasa Indonesia, dalam konteks bisnis kuliner, penggunaan kata 'greeting' saya anggap pas dibanding 'salam'. Apa boleh buat?