Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Sudah Sarapan di Rumah, tapi Jajan di Warung

4 Oktober 2021   09:58 Diperbarui: 4 Oktober 2021   10:00 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warung Ema menjual gado-gado ketoprak, lontong sayur, gorengan, nasi uduk (dokumen pribadi)

Sembari menyeruput sesendok kuah santan berwarna kemerahan, seorang pria berambut pendek menyatakan penyesalannya.

“Padahal tadi sarapan nasi goreng di rumah. Eh, lihat lontong sayur, lha kok jadi kepingin,” sepotong buras isi oncom turut masuk ke dalam mulutnya. Selanjutnya, perkedel dan tempe.

Seusai mereguk segelas teh tawar hangat, ia melahap sepotong pisang goreng, "makanan penutup.”

Sebagian pembeli duduk makan di tempat. Lainnya, berdiri ibu-ibu, juga pengendara yang tetap duduk di jok motor, menunggu pesanan.

Mereka mengelilingi sebuah warung, berupa tiga meja kayu disusun berbentuk huruf “U” dikelilingi setengah lusin bangku plastik berwarna cokelat. 

Sebuah pohon besar serta rindang, entah apa namanya, memayungi warung temporer tanpa dinding tersebut.

Penjualan aneka sarapan pagi itu tadinya menempati bangunan tembok ber-rolling door di dekatnya. Apa boleh buat, ia tersingkir, tapi tidak menjadikannya tersungkur.

Baca: Tersingkir, tetapi Tidak Tersungkur

Pergeseran tempat, malahan membuatnya semakin berjaya, dengan penambahan ragam produk maupun peningkatan jumlah pelanggan. 

Wanita paruh baya itu, dibantu seorang asisten, berdagang sejak selepas waktu subuh sampai dengan kisaran pukul 10 pagi.

Warung Ema, tertulis pada selembar spanduk mungil, menjual: gado-gado, ketoprak, lontong sayur, dan gorengan. Praktiknya, selain dari yang tertulis, ia menjual serba serbi penganan, yakni:

  1. Nasi uduk berikut pelengkapnya, seperti irisan telur dadar, tongkol balado, tahu putih goreng, perkedel, orek/oseng tempe, acar, kerupuk.
  2. Doclang (terdiri dari, irisan lontong, tahu goreng, kerupuk, dan bumbu kacang).
  3. Bihun goreng.
  4. Pisang rebus.
  5. Buras (lontong kecil) isi oncom.

Beragam pilihan untuk sarapan. Harganya pun terjangkau.

Satu potong perkedel, buras kosongan maupun isi oncom, pisang rebus gorengan (tempe, tahu isi, bucang, bala-bala/bakwan, pisang goreng) dihargai seribu perak. Bihun goreng, tiga sampai lima ribu. Gado-gado, ketoprak, lontong sayur, nasi uduk berkisar 10-12 ribu rupiah.

Pilihan beragam dan pertimbangan harga telah menarik perhatian orang untuk sekadar mencomot gorengan atau sekalian makan nasi uduk dan sebagainya. 

Sebagian dari mereka, barangkali, sudah disediakan sarapan pagi oleh istrinya.

Kok bisa tergoda oleh penganan pinggir jalan, meski sudah sarapan?

Bisa jadi ada beberapa alasan yang melatarinya, semisal:

  1. Sarapan terlalu sedikit di rumah dianggap belum mengenyangkan.
  2. Makan pagi selain nasi bagi sebagian orang dianggap belum makan. Nasi uduk atau tambahan “pengganjal perut” mampu melegakan hati.
  3. Banyak hal memenuhi ruang pikiran, sehingga memicu keinginan untuk ngemil.
  4. Jajanan berjejer di atas meja memanggil-manggil untuk dimakan. Lapar mata.
  5. Bosan dengan menu sarapan di rumah yang itu-itu saja, maka pilihan penganan di luaran menjadi menarik/menggoda.
  6. Sebagian orang merasa, ritual makan pagi di warung sekaligus merupakan kegiatan bersosialisasi dengan sesama penikmat jajanan warung.

Kemudian, para ahli memercayai, sarapan rutin dan cukup mampu menjaga kesehatan, mengurangi risiko penyakit kardiovaskular, membawa kepada suasana hati lebih positif, sumber tenaga untuk beraktivitas, mengurangi kecenderungan terdistraksi, dan menguatkan daya ingat.

Maka, tiba saatnya bagi ibu-ibu atau penyedia makan di rumah tangga untuk mengevaluasi variasi, jumlah ketersediaan, kecukupan nutrisi, dan rasa hidangan sarapan. Itu dapat mengurangi keinginan bapak-bapak untuk jajan di luar.

Paling penting, menambah kuantitas dan kualitas sarapan, dengan cara jajan di warung, janganlah menjadi kebiasaan rutin dan berlebihan. Berbeda keadaan, jika menu sarapan tidak tersedia di rumah.

Sepiring nasi uduk, tongkol balado, tempe orek, acar (dokumen pribadi)
Sepiring nasi uduk, tongkol balado, tempe orek, acar (dokumen pribadi)

Saya pun baru saja menghabiskan sepiring nasi uduk dengan tongkol balado, tempe orek, acar, dan sambal, kendati sebelumnya sudah makan bihun goreng di rumah. Kurang.

Dengan demikian, boleh-boleh saja jajan/makan pagi di warung dalam batas-batas tertentu, meskipun sudah menyantap sarapan di rumah.

Asalkan jangan coba-coba “jajan” anu di luaran sana. Gak baik itu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun